Oleh : Made Kaysha Mauri Ayudya
Hidup berdampingan dengan ombak dan angin. Bersahabat dengan jala dan pancing. Sehari-harinya bekerja menangkap ikan maupun biota laut lainnya. Dari masa ke masa, mereka dipanggil oleh masyarakat luas sebagai seorang nelayan. Nelayan tak sebatas profesi, bagi sebagian besar orang, nelayan adalah kehidupan, jalan hidup yang ditorehkan bagi “orang laut”.
Sebagai negara maritim, keberadaan nelayan di Indonesia bukanlah hal yang janggal. Hal janggal sebetulnya adalah fenomena nelayan yang berbondong-bondong beralih profesi menjadi pemulung. Pemandangan yang cukup aneh untuk ditemui di perairan ibu pertiwi. Ketika ikan dan biota laut lainnya bukan lagi menjadi tangkapan sang nelayan, ironisnya sampah adalah harapan terakhir mereka.
Keanehan ini terjadi berkala setiap tahunnya. Biasanya saat cuaca sedang buruk. Tak dapat dipungkiri, cuaca buruk adalah musuh abadi sang nelayan. Mereka enggan pergi melaut. Jika memaksa pergi, nyawa taruhannya. Jika berdiam diri, bagaimana menghidupi diri? Dalam kenestapaan dan lingkungan yang keruh, nelayan mengambil jalan singkat. Mayoritas panorama pantai yang ditutupi sampah mungkin tak pernah terpikir, hanya sampai saat ini.
Bukan rahasia lagi bahwa permasalahan sampah di pantai menjadi salah satu sisi kelam. Inilah hasil ketidakpedulian manusia terhadap lingkungannya. Tak cukup hanya mengancam alam, lambat laun seluruh makhluk hidup juga akan terkena karmanya. Tapi sulit untuk merubah diri jika belum merasakan dampaknya. Sampah-sampah ini barangkali menyusahkan nelayan untuk menangkap ikan. Lantaran bukan ikan yang tersangkut pada kail pancingnya malahan seonggok sampah.
Tetapi nelayan yang tak bisa berkutik akibat cuaca justru memanfaatkan si pengganggu. Bagai mencari emas di antara hamparan sampah, nelayan menghabiskan harinya menyusuri tepian pantai. Mereka berupaya untuk menemukan sampah yang bernilai, yang mampu menghidupkan mereka. Meski tak seberapa, sebagian besar menilai hal ini lebih baik ketimbang tak berbuat apa-apa dan menunggu ketidakpastian alam.
Menjadi seorang pemulung memang bukanlah satu-satunya jalan ninja seorang nelayan. Tetapi secara tak langsung mereka berkontribusi terhadap keberlanjutan alam sembari bekerja keras. Seharusnya kita malu terhadap kegigihan mereka. Meski sampah-sampah itu menjadi alternatif penghidupan seorang nelayan, bukan artinya kita dapat merusak alam dengan terus membuang sampah sembarangan.