We have 52 guests and no members online
“Tarik ulur perasaan” adalah situasi yang paling dibenci oleh remaja yang sedang kasmaran. Bagaimana tidak? Kemarin diberi perhatian, hari ini dilepas begitu saja. Tidak ada keputusan yang pasti. Bukankah hal ini juga menggambarkan situasi pandemi saat ini? Kini, pemerintah Bali kembali akan melaksanakan Pembelajaran Tatap Muka (PTM). Setelah siswa kembali dirumahkan akibat kasus Covid-19 yang meroket.
Semua berawal dari bulan Maret 2020. Dua orang warga Indonesia dideteksi terinfeksi virus Corona. Ternyata, mereka selepas bertemu dengan orang Jepang yang juga terinfeksi. Tidak lama kemudian, pemerintah mengumumkan diadakannya pembelajaran jarak jauh. Hal ini bertujuan untuk mencegah penyebaran Covid-19.
Keputusan pembelajaran tatap muka juga disebutkan dalam tulisan berjudul “Kilas Balik Pembelajaran Jarak Jauh Akibat Pandemi Covid-19” pada laman berita Kompas yang diunggah tanggal 9 Maret 2022. Dalam tulisan tersebut, Irfan Kamil mengungkapkan bahwa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memutuskan untuk mengadakan pembelajaran secara daring. Dengan harapan agar penularan Covid-19 tidak melonjak tinggi.
Seiring berjalannya waktu, masyarakat dan pemerintah mulai berlagak seakan-akan virus Covid-19 sudah lenyap. Dengan dua dosis vaksin sebagai dalih. Terlihat bahwa masyarakat mulai mengadakan pertemuan yang memicu kerumunan. Tanpa sadar, mereka mulai lengah dalam menjaga dan melakukan protokol kesehatan. Padahal, virus ini masih mengintai dari jauh. Siap menyerang ketika kita lalai.
Pemberian dua dosis vaksin, bukan berarti masyarakat dapat abai. Berkerumun, apalagi sampai melepas masker. Tidak hanya dalam kegiatan sosial di masyarakat. Vaksin juga menjadi perisai dalam diadakannya pembelajaran tatap muka. Bulan Januari lalu, sekolah-sekolah di Bali mulai mengadakan PTM secara penuh. Sayangnya, pada kasus Covid-19 kembali melonjak, akibat kegiatan tersebut. Apakah masih yakin, vaksin dapat menjamin keamanan siswa dalam menuntut ilmu secara luring?
Satu bulan kemudian, isu pembelajaran tatap muka kembali terdengar. Di laman berita Tribun Bali, dalam tulisan berjudul “Pembelajaran Tatap Muka Akan Berlangsung 1 April Serentak di Bali” yang diunggah pada 11 Maret 2022, Ni Luh Putu Wahyuni Sari memaparkan, Gubernur Bali, Wayan Koster sudah menetapkan bahwa pembelajaran tatap muka dapat kembali dilakukan tanggal 1 April 2022.
Koster juga mengatakan, saat ini pola varian Omicron di Bali sudah sangat melandai. Kasus baru juga sudah turun dengan konsisten. Apakah benar kasus sudah menurun? Atau hanya tidak di tracing dan testing? Hal ini perlu dipertanyakan. Jangan-jangan, saat pembelajaran tatap muka siswa berinteraksi dengan orang yang terinfeksi. Hanya saja, mereka sama-sama tidak tahu hal itu. Buktinya, baru satu bulan PTM, kasus kembali melonjak. Akhirnya, siswa harus belajar daring.
Seperti bermain layangan, pemerintah menarik ulur situasi pembelajaran di Bali. Awalnya dikira sudah siap. Dengan pertimbangan, para siswa dan guru sudah mendapat dua dosis vaksin. Lantas, saat kasus melonjak kenapa kembali disuruh belajar dari rumah? Kini, saat kasus ‘menurun’, malah kembali diadakan PTM. Apakah akan seterusnya seperti ini? Bukankah terdengar melelahkan? Berkali-kali harus beradaptasi. Awalnya dibawa terbang ke langit paling tinggi. Kemudian, malah dijatuhkan begitu saja. Apakah yakin, tidak ada lagi kasus yang naik? Karena, terakhir kali diadakan pembelajaran tatap muka, sekolah menjadi klaster baru penyebaran virus Corona.
Melihat hal ini, pemerintah memegang peranan penting. Terutama, dalam menentukan nasib pendidikan dan kesehatan di Bali. Ada dua pilihan yang dapat diambil. Pertama, melakukan PTM setelah kasus kasus benar-benar turun. Kedua, memberanikan diri dan melakukan PTM secepatnya.
Bila kita perhatikan, pendidikan dapat dilakukan dimana saja. Di sekolah, di rumah, bahkan di kampung halaman. Selama ada teknologi dan alat penunjang yang memadai. Contohnya, ponsel untuk mencari informasi, buku, alat tulis, jaringan internet, dan alat pembelajaran lainnya. Kini bahkan sudah ada aplikasi pembelajaran yang menyediakan video interaktif. Tidak hanya itu, beberapa aplikasi juga menyediakan jasa menjawab soal. Mereka menyediakan langkah-langkah dan pembahasan soal.
Seiring perkembangan jaman, electronic learning memudahkan pelajar untuk menuntut ilmu. Materi belajar daring yang kurang lengkap, tidak menjadi masalah serius. Sebab, siswa dapat menjadi lebih banyak informasi dari berbagai sumber. Terlebih lagi, generasi muda memiliki kecerdasan dan kreativitas yang tinggi. Mereka memiliki banyak cara untuk mencari ilmu.
Di sisi lain, kesehatan juga menjadi hal yang patut dikhawatirkan. Virus Covid-19 dapat menyerang siapa saja. Tanpa pandang bulu. Hanya saja, dampaknya tidak sama di semua usia. Bagi orang lanjut usia, dampaknya tentu akan fatal. Melihat kondisi fisik dan daya tahan tubuh yang sudah melemah. Khususnya, mereka yang memiliki komorbid. Pembelajaran tatap muka memberikan peluang bagi virus Corona, untuk menginfeksi siswa.
Tidak berhenti sampai di sana. Siswa juga menjadi carrier bagi lansia yang ada di rumah. Daya tahan tubuh lansia juga dibahas dalam tulisan berjudul “4 Dampak Melemahnya Sistem Imun pada Lansia” di laman berita Geriatri, yang diunggah tanggal 30 januari 2019 ini. Dituliskan bahwa lansia lebih rentan terserang penyakit. Salah satu penyebabnya adalah daya tahan tubuh yang melemah. Sistem kekebalan tubuh mereka juga sudah tidak berfungsi dengan baik. Maka dari itu, keputusan pembelajaran tatap muka perlu dipertimbangkan kembali oleh pemerintah. Apakah timbangan akan berat sebelah, atau seimbang? Jangan sampai keputusan tersebut malah merugikan banyak orang.
Kini, nasib pendidikan dan kesehatan di Bali sedang dipertaruhkan. Jangan sampai pemerintah salah mengambil jalan. Kesalahan tersebut akan menunjukkan inkonsistensi pemerintah. Mereka akan terlihat kesulitan dalam memilih yang lebih penting. Pendidikan atau kesehatan? Pendidikan memang bagai kepala yang menentukan kemana manusia akan berjalan. Tapi, tanpa jiwa dan raga yang sehat, kepala itu tidak akan berfungsi dengan baik. Maka dari itu, pemerintah harus memilih dengan bijaksana. Bukan malah menarik ulur sistem pembelajaran seperti ini. (lns)