Kehidupan sekolah adalah masa yang penuh dengan potret-potret indah. Meskipun masa pandemi memaksa pelajar untuk melaksanakan pembelajaran jarak jauh. Namun, pelajar di Indonesia juga sempat belajar di sekolah. Walau Pembelajaran Tatap Muka (PTM) 100% yang dilaksanakan tanggal 18 Januari 2022 tidak berjalan cukup lama akibat guncangan virus covid-19. Hal itu tetap sangat berkesan, khususnya bagi pelajar. Bagaimana tidak? Berinteraksi dengan teman, bermain bersama, dan belajar langsung di sekolah pasti menjadi kenangan yang tak terlupakan. Apalagi setelah sekian lama suntuk menimba ilmu di rumah.
Setelah sebelumnya sekolah-sekolah di Bali khususnya Denpasar menjadi lokasi cluster baru covid-19. Tiap sekolah kembali lagi melaksanakan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). PJJ dimulai tanggal 4 Februari 2022. Waktu seakan berjalan lebih lambat ketika merasakan pembelajaran secara online. Serasa tiada lagi waktu istirahat. Apakah karena belajar dan membuat tugas dilakukan di rumah? Hari-hari libur juga sebagian besar dihabiskan untuk membuat tugas yang bertumpuk-tumpuk tidak ada habisnya. Entah karena kegagalan dalam mengatur waktu. Atau memang posisi “rumah” sendiri kurang tepat dijadikan tempat untuk menuntut ilmu?
Tidak lebih dari dua bulan, PTM 100% kembali dilaksanakan. Tepatnya 4 April 2022. Mengutip penuturan Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Kadispora) Provinsi Bali, Ketut Ngurah Boy Jayawibawa dalam denpasar.kompas.com PTM 100% dilaksanakan karena capaian vaksinasi yang cukup tinggi. 97% tenaga pendidik sudah divaksinasi. Sehingga, vaksin booster dirasa tidak perlu. Bersamaan dengan persyaratan lainnya. Wilayah daerah sekolah berada pada PPKM level 1 dan 2.
Setelah berkutat cukup lama dengan radiasi gawai. Sekolah pun dapat dibuka kembali. Biarpun terdapat secuil kekhawatiran terhadap virus covid-19. Hal tersebut tak sekalipun menghentikan niatan untuk bertemu dengan teman-teman. Belum lagi pembelajaran secara interaktif jauh lebih efektif. Karena para pelajar tidak segan-segan untuk bertanya kepada guru. Tak hanya itu, keinginan seorang remaja untuk menikmati lingkungan sekolah juga terpenuhi. Keriuhan dan tawa penuh canda nampaknya menjadi salah satu hal penting. Penting bagi kehidupan sosial seorang remaja.
Bak dua mata pisau. Sebelahnya nampak tajam. Keinginan untuk belajar di antara pelajar meningkat. Tujuan mencerdaskan dianggap dapat tercapai. Setidaknya para pelajar tidak perlu lagi memendam keingintahuan mereka. Rasa ingin tahu yang terpendam karena malu. Atau memang tidak tahu menahu. PJJ jika dibandingkan dengan PTM jauh lebih mudah bagi pelajar. Hanya perlu absen dan membuka materi di Youtube. Maka, dianggap sudah melakukan “pembelajaran” jarak jauh. PTM 100% ibarat menjadi jalan satu-satunya. Jalan untuk mendidik pelajar di tengah pandemi.
Sayangnya, mata pisau lainnya nampak tumpul. Sebagian hal terlupakan dalam pelaksanaan PTM 100%. Pandemi covid-19 merupakan perihal tersebut. Satu-satunya ancaman pelaksanaan PTM di masa seperti ini. Ancaman yang dihadapi bukan sekadar terkena virus, tapi nyawa. Pelaksanaan PTM 100% kali ini pun nampak tergesa-gesa. Karena kasus covid-19 baik di Bali maupun di Indonesia pun tak menjelang turun.
Remaja yang abai akan protokol kesehatan pun tak dapat dielakkan. Kesadaran bahwa covid-19 berbahaya mulai pudar. Inilah tantangan yang harus dihadapi. Baik oleh para remaja, guru, maupun pihak-pihak lembaga pendidikan. Tantangan untuk selalu menjaga jarak, memakai masker dengan baik dan benar, mencuci tangan, dan upaya pencegahan covid-19 lainnya. Barangkali tantangan ini harus dihadapi. Karena hanya itu upaya untuk menyelamatkan diri kita, keluarga, dan seluruh orang di dunia. (kaf)