Ketika membicarakan soal bola, nama Dipta tentu tidak asing di telinga teman-temannya. Skillnya menghalau lawan tak diragukan lagi. Saat ini, pria bernama lengkap I Kadek Dipta Pramartha Supanca tak hanya tercatat dalam squad Bali United U-13. Tetapi juga telah menorehkan prestasi bersama timnya hingga ke tingkat Internasional. Namun, siapa sangka sebelum naik daun seperti sekarang, ia merintisnya dari pemain gang Graha Liva (Nama daerah tempat tinggalnya).
Ketertarikan pria berwajah manis ini terhadap sepak bola sudah terlihat sejak duduk di bangku Sekolah Dasar (SD). Ia memulai hobinya itu dengan bermain bola di sebuah gang rumahnya. Hanya bermodalkan bola plastik dan botol aqua sebagai gawang bersama tetangganya. Masa-masa SD nya itu selalu dimanfaatkan olehnya untuk menghabiskan waktu setiap hari bermain bola “grasa grusu” (bertindak cepat tanpa berfikir terlebih dahulu -red) di gang rumahnya. Ketika menduduki kelas 6 (SDN 17 Kesiman), ia lolos seleksi mewakili sekolah sekaligus kesebelasan Denpasar Timus mengikuti Porjar. Dari hasil kompetisi ini, Dipta bersama timnya berhasil meraih juara 1 se-Kota Denpasar. Tak dipungkiri, kala itu dirinya senang kepalang menambah bumbu keyakinan dan rasa penasarannya dengan dunia sepakbola.
Sejak itulah sesungguhnya bakat Dipta mulai terlihat. Pria yang kini duduk di kelas XI SMAN 6 Denpasar seolah-olah ingin membuktikan sekaligus menunjukan kepada orang-orang bahwa dirinya memiliki talenta dalam dunia sepakbola. “Kalau flashback ke masa-masa merintis dulu, lucu juga sih. Tapi, sedikit memalukan ya kalau diceritain,” terang Dipta sembari mengingat wisata masa lalu. Meski harus meminjam sepatu tetangga akibat belum mendapat dukungan dari orang tua. Namun, keyakinan dan kegigihan Dipta membawanya semakin dekat dengan pintu kesuksesan.
Melewati banyak momen bersama dunia sepakbola membuat I Ketut Panca Redaya, selaku ayah dari Dipta pun mulai sadar akan bakat yang dimiliki anaknya. “Awalnya kaget juga sih, kok anak ini kayaknya hobi sekali main sepakbola. Tapi waktu itu saya berpikir, ah paling main-main aja. Eh tau-taunya makin lama kok makin jago saya lihat,” terang Bapak berjiwa humoris ini. Pada tahun 2017, ia mulai mendaftarkan anaknya di sekolah sepak bola Paradise Football Academy (PFA). Kurang lebih selama empat tahun Dipta bersekolah disana. Kian waktu berjalan, bakatnya semakin terasah. Latihan yang disiplin serta teknik bermain bola profesional sudah menjadi makanan sehari-harinya. Sejak saat itu, Dipta mulai aktif mengikuti berbagai ajang kompetisi sepakbola dan mengukir satu per satu prestasi. Melalui lomba itulah namanya kian eksis bahkan hingga saat ini. Walaupun begitu, hal ini tak membuatnya lengah. Dipta sadar bahwa perjalanannya masih panjang dengan berbagai tikungan didepan.
“Ada salah satu pengalaman yang menurutku gak pernah terlupakan. Sekaligus menjadi kunci awal perjalananku menuju pintu selanjutnya,” lanjut pria kelahiran Buleleng, 6 April 2005. Ujian yang dimaksud ternyata turnamen Menpora U-12 di Magelang tingak Nasional tahun 2017. Pria dengan zodiak Aries ini tergabung ke dalam tim inti PFA sekaligus mewakili Provinsi Bali dalam ajang bergengsi tersebut. Disana, Dipta merasakan betapa kerasnya kompetisi kala itu. Mesipun begitu, kerja kerasnya berhasil membawa timnya lolos di empat besar.
Keberhasilannya itu lagi-lagi mengantarkannya berjumpa dengan manajemen klub Bali United (BU). Modal lolos empat besar, para pemain PFA masuk incaran seleksi club ini. “Mungkin ini kebaikan dari Tuhan. Saat pengumuman, syukurnya aku dinyatakan lolos dan masuk skuad Bali United U-13,” ujar pria berambut ikal ini. Dirinya mengaku masih kaget dan tidak menyangka. Bak mimpi di taman malam ditemani seorang bidadari. Mustahil tapi nyata.
Kiprahnya di BU U-13 kian mendapatkan tantangan berat. Pria penggemar Brwa Nouri ini harus mengikuti berbagai turnamen baik berskala daerah, nasional bahkan internasional. Pada tahun 2019 tepatnya bulan Maret, Dipta bersama Bali Sport Foundation (BSF) pernah mengikuti turnamen internasional di Singapura. Berkat kerja bersama timnya, akhirnya BSF berhasil menjadi yang terbaik. Setelah di final mengalahkan klub LFA Protectors Academy sebagai tuan rumah dengan skor 1-0 melalui adu pinalti. “Senang banget rasanya dan gak pernah terbayangkan sebelumnya. Apalagi ini pengalaman pertama menang di kejuaraan Internasional. Ditambah lagi pengalaman pertama mencicipi rumput berstandar Internasional. Bisa cuci mata lagi, liat cewe-cewe Singapore yang cantik-cantik,” ucapnya sambil tertawa ngakak.
Nasib dan jalan hidup seseorang memang tak ada yang tahu. Seperti kumpulan misteri box yang isinya tak dapat ditebak. “Bangga sih pasti ya, apalagi anak sendiri berprestasi. Tapi, balik lagi ini tak terlepas dari berkat serta kebaikan Tuhan. Saya selaku orang tua hanya dapat mensupport dan mendokan selalu. Selagi Dipta mau terus berusaha dan tetap rendah hati, pasti akan saya bantu fasilitasi semampu saya”. Tutup Pak Panca ketika diwawancara via online.