Pemerintah Provinsi Bali resmi melarang perayaan Tahun Baru 2021. Hal tersebut memunculkan pro dan kontra dari masyarakat, terutama dengan tidak diperbolehkannya menyalakan kembang api. Lantas bagaimana tanggapan dari masyarakat?
Perayaan Tahun Baru 2021 kini berbeda dari tahun sebelumnya, pasalnya perayaan ini dilakukan di masa pandemi Covid-19 dan pemerintah telah melakukan tindakan yang tegas untuk mengantisipasi kenaikan kasus Covid-19, sejumlah kepala daerah mengambil kebijakan terkait perayaan pergantian tahun di wilayah mereka.
Di Bali sendiri, pemerintah provinsi Bali telah mengeluarkan Surat Edaran Pergub (Peraturan Gubernur) Bali Nomor 46 Tahun 2020 tentang Penerapan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan dan Surat Edaran Nomor 3355 Tahun 2020 tentang Protokol Tatanan Kehidupan Era Baru yang telah ditetapkan pada tanggal 24 Agustus 2020. Bagi anak-anak seperti Kadek Angga Widanta (13) yang merupakan siswa dari SMP Dwijendra merasa sedih, karena bermain kembang api merupakan kebiasaannya yang dilakukan secara rutin pada setiap tahunnya. "Saya sangat sedih mengetahui peraturan seperti itu, karena jujur saya sudah mengumpulkan uang untuk membeli kembang api. Teman-teman saya juga banyak yang bilang tidak boleh menghidupkan kembang api saat tahun baru," ujar Angga Widanta saat diwawancarai via online oleh tim Madyapadma pada hari Sabtu (26/12). Tentunya semenjak dikeluarkannya peraturan tersebut banyak pro dan kontra yang muncul, apalagi ini juga menyangkut perayaan Tahun Baru 2021.
Dikeluarkannya aturan tersebut bukan hanya untuk masyarakat sekitar, melainkan aturan tersebut juga berlaku untuk pelaku usaha, pengelola, penyelenggara, atau penanggung jawab tempat dan fasilitas umum yang melaksanakan aktivitas selama libur Hari Raya Natal dan Tahun Baru 2020.
Pemerintah Provinsi Bali telah menghimbau masyarakat untuk tidak merayakan malam Tahun Baru 2021 dengan pesta kembang api, petasan, dan meniup terompet. Hal ini bertujuan untuk mencegah potensi penularan Covid-19 dan juga kerumunan. Bahkan, Polda Bali juga mengancam akan memberi sanksi kepada warga yang berani menjual kembang api hingga terompet saat natal dan tahun baru. Bagi Ni Made Indah Purnamasi (25) selaku masyarakat merasa setuju dengan dikeluarkannya peraturan ini. "Apalagi yang terompet-terompet itu. Itu kan kalau beli terompet harus dicoba dulu dan itu bisa saja bekas orang yang kena Covid-19," ujar Indah Purnamasi. Berbeda lagi dengan Angga yang merasa kurang setuju apabila dikeluarkannya peraturan tersebut. "Saya pikir apa hubungannya kembang api sama Covid-19. Kalau terompet masih mending dilarang karena rentan nyebarin virus. Terus saya juga jadi kasihan sama pedagang-pedagang kembang api dan terompet," ujar Angga Widanta.
Sebagian besar orang bila bermain kembang api biasanya pasti dilakukan secara berkerumunan, maka dari itu pemerintah melarang untuk bermain kembang api saat malam tahun baru nanti. Sebab dengan berkerumunan, potensi terkena Covid-19 akan sangat tinggi jadinya.
Perkembangan Pandemi Covid-19 di Provinsi Bali pada hari Senin (28/12) telah mencatat pertambahan kasus terkonfirmasi positif sebanyak 138 orang dengan total yang mencapai 17.238 orang. Melihat dengan banyaknya yang terkonfirmasi positif ini dapat membuktikan bahwa Bali masih tergolong kurang aman.
Larangan keras dalam penyelenggaraan pesta perayaan tahun baru 2021 tidak hanya berlaku di Pulau Dewata, melainkan di Salatiga, Serang, Palembang, Malang, dan juga Ambon. Bagi I Made Sudarta SE (50) merasa terkejut karena munculnya berita tersebut. "Bagi saya, ini adalah hal yang bagus untuk memutus rantai penyebaran Covid-19. Tapi mungkin karena masih banyak yang belum tahu jadi mungkin tidak terlalu berpengaruh. Saran saya untuk pemerintah supaya lebih menyebarluaskan pemberitahuan ini supaya semua juga tahu," tutur Made Sudarta di akhir wawancara. (dp/ek)