Di tengah pandemi COVID-19, masker menjadi barang yang mesti digunakan manakala hendak berpergian ke luar rumah. Tak heran, harga masker sempat meroket dikarenakan oknum egois penimbun masker. Di sisi lain, keadaan ini membuat banyak orang memutar otak. Hingga akhirnya ide untuk memproduksi masker sendiri tercetus.
Ketika surat Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) telah dilayangkan atasannya, Ni Made Sulistiani tak dapat berkompromi lagi. Karirnya di perusahaan tersebut telah berjalan 7 (tujuh) tahun lamanya. Lantas 3 (tiga) tahun belakangan ini perusahaan tempatnya bekerja memang sudah berada di ujung tanduk hingga ketika COVID-19 menyerang, semua karyawan tersebut ditenggelamkan surat PHK. Usahanya yang gigih memilih bertahan mendadak runtuh. Hal itu sempat membuat Sulistiani berada di titik terendah hidupnya. “Sedih pastinya, saya sampai nangis, ya tapi mau gimana lagi keadaan perusahaan emang bener-bener nggak bisa kembali lagi,” ujar Sulistiani kala dihubungi via daring oleh Tim Madyapadma online Senin, (01/06) di Denpasar.
Walau begitu, Sulistiani memilih untuk bangkit dari ranjang pilunya. Perempuan asal Denpasar ini, melihat peluang yang berpijar dari keahliannya dalam menjahit dan situasi pandemi yang kian terasa pahit. Tangannya pun tergerak untuk menggelar tikar sebagai penjual masker. “Melihat situasi seperti saat ini, dan setiap orang sangat membutuhkan masker, bahkan lebih dari 1 buah masker,” tutur Sulistiani
Tak hanya berjuang sendiri, Sulistiani juga dibantu merangkak oleh saudara dan sang ibu. “Saya membantu kakak saya dari membeli bahan, menggunting, dan bertemu dengan pembeli,” aku Ni Ketut Septarini (17), salah satu adik Sulistiani. Gadis yang akrab disapa Septa itu pula mengaku selalu mendukung usaha sang kakak demi memberikan kesadaran kepada masyarakat pentingnya penggunaan masker.
Hingga saat ini, dalam satu harinya usaha masker Sulistiani mampu menghasilkan 40 buah masker. Jumlah itu pun terkadang dapat berlipat, tergantung pesanan yang menanti. Sebab cakupan pendistribusian masker ini telah menjangkau daerah Denpasar dan daerah luar Denpasar. “Kurang lebih 100 ribu tiap hari,” jawab Sulistiani kala ditanyain keuntungan yang berhasil diraupnya.
Tak hanya Sulistiani, Ni Nyoman Puspa Eti (45) pun turut mencoba peruntungan dengan berjualan masker. Kini telah genap dua bulan Puspa Eti menjalani usahanya ini. Menurutnya, "Semua orang pasti membutuhkan masker untuk dipakai," kata Puspa Eti menyadari pentingnya penggunaan masker kala pandemi COVID-19. Puspa Eti dapat memproduksi 20 masker dalam sehari dengan harga jual 2.000 rupiah untuk tiap masker. Puspa Eti juga mengaku usahanya ini juga dibantu oleh keluarga dan temannya. Sang anak, I Kadek Arya Dwisetya Prayoga (17) menuturkan kendala yang kerap dialaminya, "Saat COD susah untuk keluar rumah. Terus saat mencari bahan-bahan banyak toko yang tutup," ungkap Arya. Bagi Arya selain dapat menambah penghasilan, usaha masker ini juga membuat orang-orang tak kekurangan suplai. "Semoga hasil produksi masker ini bisa menbantu juga secara tak langsung bisa meminimalisir penyebaran covid. Sehingga keadaan bisa cepat pulih," harap Arya.
Berdasarkan pemantauan tim Madyapadma online pada Senin, (01/06) beberapa arus lalu lintas seputaran Kota Denpasar terlihat tak seramai kemarin. Seperti di Jl. Hayam Wuruk dan Jl. Gatsu. Namun Jl. Supratman hari ini tampak cukup dipadati kendaraan, serupa dengan situasi di Jl. Bypass Ngurah Rai, Jl. Tukad Unda, dan Jl. Tukad Batanghari. Sementara itu, Jl. Kerta Dalem, Jl. Gandapura, dan Jl. Kaswari hari ini terpantau lenggang. Begitu juga di Jl SMA 3, namun beberapa tukang tampak masih bekerja menuntaskan proyek pembangunan sebuah rumah. Jl. Soka dan Jl. Kertapura terpantau sepi. Kendati begitu di seputaran Jl. Soka kedai-kedai masih dibuka. Sementara di Jl. Kertapura terdapat beberapa anak-anak yang terlihat akan bermain layang-layang.
penulis: kar/dyt/dis
reporter: Tim Madyapadma