Mata pemuda itu berbinar, terpukau dengan jejak arkeologi yang ada dihadapannya. Melupakan penatnya tuk sesementara. Entah berapa usia peninggalan itu, tetapi tetap saja terlihat menarik di kacamata sang pemuda.
Panasnya sang mentari mulai terasa. Waktu menunjukkan pukul 9 pagi, ketika rombongan tim tirta yatra meluncur. Menelusuri jejak-jejak pura yang berada di wilayah Tabanan, Bali. Meski sang kala tak berpihak pada mereka, hingga rentetan acara pun harus diundur 30 menit lamanya. Ditambah lagi tenaga mereka yang jumlahnya sedikit. Akan tetapi hal itu tak membuat api semangat kumpulan remaja itu padam. Memasuki hari kedua ekspedisi, jadwal para peserta jelajah ini pun kian memadat. “Kalau di tim tirta yatra eksternal itu ada 5 orang dan masing-masing orang itu ada ngerangkap bidang lain. Kayak aku misalnya yang rangkap jadi presenter,” tutur Kadek Dwi Gita Hapsary Dwija Putri. Dwi Gita juga menambahkan bahwa ada pula yang merangkap menjadi tim riset serta dokumentasi.
Pura Batu Belig menjadi destinasi pertama mereka. Pura yang terletak tepat di sebelah sungai ini mempunyai arsitektur yang mengesankan. Kesan modern sedikit tercipta akibat renovasi di pura ini. Beranjak dari pura yang menyimpan bongkahan bebatuan raksasa, tim tirta yatra lantas menuju Pura Batur Kaja Rijasa. Pura ini menyimpan peninggalan yang begitu menarik yakni sebuah dolmen. Kondisi dolmen yang ada sejak zaman megalitikum pun masih terawat dengan baik.
Penjelajahan mereka kemudian dilanjutkan menuju Pura Besikalung. “Di Pura Besikalung ada dolmen yang disakralin banget. Yang boleh nyentuh cuma pemangku,” ungkap I Nyoman Aris Suardana. Di atas dolmen tersebut juga terdapat sebuah tanaman hijau yang berhasil mencuri perhatian kelima remaja itu. Pura Petali menjadi tujuan mereka selanjutnya. Namun sayang, kumpulan remaja itu tidak bisa memasuki areal pura. Kendati begitu, beberapa ekor kijang pun menyambut pandangan mereka. “Terus di depan puranya ada kijang, lucu banget tahu,” ujar Aris kegirangan.
Lantas penjelajahan pura pun tak berhenti sampai disana, sebab mereka pun kini menjelajahi Pura Batur Sari. Berbeda dengan pura lainnya, pura yang satu ini tak memiliki halaman yang cukup luas. Namun siapa sangka, pura ini miliki pesonanya tersendiri. Bentuk pelinggih yang berada di kawasan pura ini, menyerupai punden berundak. Pura Jero Taksu menjadi sasaran berikutnya. Pura yang terletak di kaki Gunung Batukaru ini terlihat sepi. Seusai beribadah di Pura Jero Taksu, Pura Luhur Batukaru pun menjadi penutup dari penjelajahan mereka. “Sebelum ke pura luhurnya, kita sembahyang dulu di beji. Kita juga melukat disana. Tempatknya luas kayak danau terus ada ikan-ikannya juga,” jelas Aris menggebu-gebu, seakan banyaknya pura yang telah disinggahi, tak akan menguras habis tenaganya. (dyt)