Nurtanti, jangan hanya berkaca
Tetap saja dia akan menjadi replika dari kenyataan
Bahkan kesedihanmu yang kini semakin menjadi realita
Tak akan terlihat pada pantulan itu
Bagaimanapun kaca tak mengerti untuk menilai
Apalagi bikas yang membekas
Duduk sepanang hari nurtanti
Jangan, jangan, jangan seperti itu
Keraguan keraguanmu yang tumbuh subur
Berharap untuk menadah air mata?
Untuk menghapus pun ia tak sanggup
Bagaimanapun nurtanti, kaca itu jahat
Bahkan aku pun tega untuk mengucap
Ia hanya melihat
Bukan untuk diberi harap
Dan ia yang lihat
hanya wanita yang menjaga harapan
duduk di depan kaca, menanti untuk ditinggalkan
kaca itu seperti pria, Nurtanti!
(Cipt. : Galuh Sri Wedari)