“Itu tahu dan tempe tadi pagi masih ada, tolong makan itu dulu. Ibu merasa sedikit pusing maafkan ibu tidak bisa memasak saat ini” jawab ibu.
“Ibu benar-benar menyebalkan. Ini hari ulang tahunku. Tapi tidak ada yang istimewa. Selama seminggu ibu menyuruhku makan itu-itu saja. Memuakkan sekali. Aku menyesal dilahirkan oleh ibu sepertimu” ku banting pintu kamar dan meninggalkan rumah. Ku harap ada sesuatu yang menyenangkan diluar.
Tetesan hujan membangunkanku dari tidurku di bangku taman. Tetesan hujan itu tak lama kemudian menjadi hujan deras. Aku berlari pulang. Tampaknya ini sudah jam 9 malam. Di tengah perjalanan kulihat banyak orang berkumpul. Pasti telah terjadi kecelakaan. Kudengar korbannya seorang ibu-ibu. Seketika terbayang wajah ibu dalam pikiranku. “Tidak mungkin” kataku dalam hati. Aku berlari pulang sekencang-kencangnya. Seragam sekolahku basah kuyup tak kupedulikkan, terus terbayang wajah dan suara panggilan sarapan ibuku. Tanpa kusadari aku telah meneteskan air mata dijalan. Namun takkan terlihat karena derasnya hujan saat ini.
Kubuka pintu rumahku yang kecil itu dengan jantung yang berdebar-debar. Benar-benar mengejutkan. Diatas meja makan kulihat kue dan boneka yang agak besar seakan-akan menunggu kedatanganku. Tapi aku tak melihat ibu disini. Aku berjalan untuk mendekati kue dan boneka itu. Ternyata ibuku yang sedang tertidur dibalik boneka itu. Aku merasa sangat lega. Aku peluk ibukku sambil menangis. Ibuku terbangun “Dinda syukurlah kamu sudah pulang. Ibu benar-benar khawatir. Ehh kamu basah kuyup, ayo ganti baju. Dan rayakan ulang tahunmu bersama-sama. Ibu menghemat uang dan membuatmu untuk makan tahu tempe selama seminggu demi membelikanmu semua ini lho”, kata ibuku sambil tersenyum. Ku peluk ibuku lebih erat “Ibu maafkan aku”. “Tidak apa-apa Dinda” kata-kata ibu itu membuatku semakin mengeluarkan banyak air mata. Aku benar-benar tak tau harus bagaimana. Namun, di tengah tangisanku Ibu berkata. “Selamat ulang tahun, Puteriku”. (git)