Judul : Mada
Penulis : Gigrey
Penerbit : PT Akad Media Cakrawala
Cetakan : Ke-2
Tahun Terbit : 2021
Bahasa : Bahasa Indonesia
Tebal : 320 Halaman
Genre : Fiksi Fantasi Sejarah
“Lamun huwus kalah Nusantara isun amukti palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seran, Tanjung Pura, ring Haru, ring Pahang, Dompo, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, samana isun amukti palapa”
Siapa yang tak tahu sejarah terucapnya Sumpah Palapa oleh Gadjah Mada? Sang Mahapatih dari kerajaan Majapahit yang terkenal akan perannya dalam mempersatukan Nusantara. Dalam novel Mada ini, pembaca akan dipertemukan kembali dengan sosok Gadjah Mada.
Cerita bermula ketika seorang perempuan bernama Gendhis, seorang jurnalis junior di salah satu perusahaan publikasi di ibu kota dengan kesibukan yang menguras tenaga. Ia dapat bernapas lega ketika atasannya memberi izin berlibur setelah liputan bedah buku skala internasional di Istana Keraton Yogyakarta. Bagai angin segar untuk Gendhis yang sudah lima tahun tidak pulang kampung.
Kala berlibur di Pantai Parangtritis, Gendhis terseret derasnya air pantai layaknya terjebak dimensi waktu. Sangat jauh, hingga masa Kerajaan Majapahit saat pemerintahan Raja Hayam Wuruk. Gendhis tentu tak dapat menerima situasi yang dialaminya itu. Namun seiring berjalannya waktu, Gendhis berpasrah diri dengan hidup sebagai anak dari sepasang suami istri, yaitu Empu Gading dan Nyai Dedhes.
Dengan tetap mencerna apa yang sebenarnya terjadi, Gendhis kemudian dipertemukan dengan Sang Maha Patih Gadjah Mada atau kerap kali dikenal dengan sebutan Mada dalam cerita ini. Hingga Gendhis menyadari, ada kemiripan antara Mada dengan Armada Biru, sastrawan yang tak sengaja ia temui di perpustakaan silam, kala Armada Biru menjadi narasumber bedah buku yang akan diliput oleh Gendhis. Dari pertemuan di perpustakaan tersebut, berujung pada Gendhis yang terikat masa lalu dengan Armada. Kini, tiap kali melihat kemiripan Mada dan Armada, Gendhis selalu berusaha mengelak bahwa mereka bukanlah orang yang sama.
Bagai terikat benang merah tak kasat mata, Gendhis dan Mada terus dipertemukan dalam untaian-untaian takdir yang indah. Hingga Gendhis sendiri pun terjebak dalam takdir indah itu lebih dari enam tahun lamanya. Ketika takdir kembali memainkan aksinya, memaksa Gendhis untuk meninggalkan Mada. Semuanya kacau, terutama Mada yang merasakan kehancuran luar biasa yang tidak dapat diluapkan dengan kata-kata. Namun, bagaimana jika semesta kembali mempertemukan mereka dalam dimensi waktu yang berbeda?
Cerita yang sudah dibaca 3,1 juta orang dalam aplikasi baca digital ini memiliki keunikan tersendiri. Dimana penulis dengan cermat membuat pengembangan sejarah yang ada di Indonesia. Novel ini sukses membuat pembaca ikut membayangkan bagaimana kehidupan di Majapahit pada masanya.
Penulis juga sangat apik dalam setiap menuliskan tokoh Gendhis yang pemberani dan penuh akal. Tak hanya tokoh Gendhis, tokoh-tokoh lainnya pun mampu ia ciptakan sedemikian rapi dengan ciri khasnya masing-masing.
Kendati sayang, penggunaan alur cerita yang maju mundur akan sedikit membuat pembaca kebingungan dan butuh waktu untuk menghubungkan setiap bagian cerita. Selain itu, bahasa yang digunakan merupakan bahasa baku dalam percakapan antara tokohnya. Gaya Bahasa ini akan cukup terkesan kaku bagi pembaca kaum remaja yang lebih terbiasa dengan bahasa gaul. Terlepas dari kekurangan tersebut, buku ini cocok dibaca oleh penggemar kisah sejarah maupun tidak. (ary)