Banyak yang mempertanyakan apakah Bali sedang mengalami krisis air atau tidak.
Bali sudah diklaim mengalami krisis air panjang sejak 2015. Dilansir dalam web Idepfoundation.org, cadangan air tanah Bali telah tercatat berada dibawah 20% dan peneliti telah memberitahukan bahwa kondisi pulau ini akan semakin buruk dan akan terjadi krisis ekologi di tahun 2020 jika tidak ada tindakan mitigasi dan pencegahan dalam menanggapi situasi ini. Untuk kebutuhan saja, seperti yang dilaporkan LP3B (Lembaga Pengkajian dan Pemberdayaan Pembangunan Bali) bahwa satu keluarga Bali memerlukan air rata-rata 100 liter per hari, sedangkan kamar hotel membutuhkan, 200 liter per hari per kamar yang tercatat sebanyak 15.906 unit (1999) membutuhkan air rata-rata 3.181.200 liter per hari. Belum lagi jumlah kebutuhan rumah tangga mencapai 76.335.000 liter untuk 7763.550 Kepala Keluarga (KK). (Dikutip dari linapw.net).
Akan tetapi, lemahnya kesadaran akan krisis air dalam masyarakat, membuat tidak adanya tindakan pencegahan yang signifikan. Buktinya, hasil dari survey yang dilakukan tim Madyapadma pada SMAN 3 Denpasar, dari 30 orang siswa, terdapat 12 siswa tidak tau tentang krisis air, 18 siswa tahu tentang krisis air, dan dari 30 siswa tersebut, hanya 11 orang yang melakukan penghematan air. “Kalau menyangkut tentang masalah krisis air, aku belum merasakan dampaknya,” aku Iga Narendra Pramawijaya, seorang siswa SMAN 3 Denpasar. Jawaban ini juga senada dengan Aldea Cempaka. “Aku tau tentang krisis air di Bali, tapi belum ada melakukan penganggulangan untuk krisisnya,” ungkapnya.
Ini yang menjadi bukti bahwa ditengah kesadaran akan krisis air, tidak disertai dengan upaya pencegahan untuk menanggapi hal ini. “Air digunakan secara skala besar, namun pengembaliannya dalam tanah tidak diindahkan,” imbuh I Made Mertha Yasa, salah satu penggiat lingkungan di Denpasar. Ia mengungkapkan bahwa banjir yang melanda Bali ketika musim penghujan seperti yang terjadi pada bulan-bulan ini merupakan pertanda bahwa Bali tidak memiliki kesiapan untuk krisis air selanjutnnya. “Bagaimana menyiapkan cadangan air untuk Bali kedepannya, air hujan saja tak dapat ditampung. Bisa jadi Bali akan mengalami krisis air lagi seperti pada tahun sebelumnya,” ujar Mertha.
Ketika hal ini terjadi, orang-orang Bali hanya membeli satu pilihan; membeli air dari tanah kelahiran mereka sendiri. “Buat apa punya Undang-Undang yang mengatur tentang air gratis untuk masyarakatnya tapi air sendiri tak ada untuk masyarakatnya.” Keluh Mertha. (Tim MP)