Gedung Workshop SMA Negeri 3 Denpasar nampak ramai penghuni. Puluhan kursi yang berjejer rapi telah bertuan, ditempati oleh puluhan siswa berseragam batik dan guru-guru SMAN 3 Denpasar. Mereka mengikuti webinar, Rabu (12/1) dalam rangkaian HUT SMA Negeri 3 Denpasar ke-45.
Dari balik masker yang mereka kenakan, raut wajah hadirin fokus tertuju pada dua pembicara webinar di panggung. Sementara, satu pembicara lagi melalui tayangan video dari kantornya di Jakarta. Bertajuk "Membangun Semangat Belajar, Wujudkan Sekolah Ramah Anak, Menuju Perempuan Berdaya, Anak Terlindungi, Indonesia Maju", webinar yang terlaksana secara daring dan luring selama dua jam dipandu oleh dr. Putu Laksmi Anggari Putri Duarsa selaku moderator sekaligus alumni Trisma (SMAN 3 Denpasar –red).
Bukan tanpa alasan, topik yang diusung pada webinar kali ini didasari atas maraknya kasus kekerasan pada anak yang kerap terjadi di lingkungan pendidikan. “Jadi kondisi sekarang itulah yang perlu kita berikan pemikiran-pemikiran lewat kegiatan webinar ini. Sehingga hasil dari webinar ini dapat dipakai acuan untuk melaksanakan kegiatan atau pembelajaran yang lebih baik di lembaga pendidikan,” tegas Ida Bagus Sudirga selaku Kepala SMAN 3 Denpasar saat diwawancarai Tim Madyapadma, Rabu (12/01).
Terkait definisi ‘anak’ yang sesungguhnya, pembicara Ni Luh Gede Yastini selaku Ketua Komisi Perlindungan dan Pengawasan Anak Daerah (KPPAD) Bali menjelaskan,”mereka yang berada di bawah usia 18 tahun dan yang masih dalam kandungan tergolong sebagai anak”.
Selain Yastini sebagai pembicara, ada juga Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia, I Gusti Ayu Bintang Dharmawati Puspayoga selaku pembicara. “Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja 2021 menyebutkan terdapat 3 dari 10 anak laki-laki dan 4 dari 10 anak perempuan yang pernah mengalami satu jenis kekerasan atau lebih di sepanjang hidupnya,” jelas Bintang Dharmawati Puspayoga, dalam materi pemaparannya.
Bintang Puspayoga turut menegaskan, setiap anak atau siapapun dapat menjadi pelopor dan pelapor tindak kekerasan pada anak. Tak ayal, dalam paparannya terselip sejumlah harapan kepada generasi muda untuk berani mengungkapkan dan berani bersikap dalam hal tindak kekerasan pada anak.
Terkait hal tersebut, Yastini mengungkapkan bahwa regulasi Permendikbud No. 82 Tahun 2015 telah menyebutkan bahwa sekolah dan lingkungan satuan pendidikan turut aktif terlibat dalam pencegahan dan penanggulangan tindak kekerasan. “Sekolah juga diharapkan untuk membuat mekanisme pengaduan. Ini sekaligus harapan kami bahwa KPPAD akan ada mekanisme pengaduan yang akan dibuat. Sehingga anak-anak nanti akan lebih mudah untuk mengadakan pengaduan apabila menemukan ada kekerasan dan ketika menjadi korban kekerasan,” tuturnya.
Konsep Sekolah Ramah Anak turut diperjelas kembali oleh perwakilan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Agustina Erni. Ia menyebutkan bahwa terdapat enam komponen penting dalam pelaksanaan Sekolah Ramah Anak. Meliputi kebijakan sekolah, tenaga pendidik, proses belajar, sarana dan prasarana, partisipasi anak, serta partisipasi orang tua, lembaga, stakeholder, dan alumni. Namun bagi pembicara KN. Boy Jayawibawa, Kepala Dinas Pendidikan dan Olahraga Provinsi Bali yang juga alumni Trisma, ia percaya bahwa kunci pelaksanaan Sekolah Ramah Anak dipegang oleh tenaga pendidik. “Jadi tenaga pendidik yang ada, menjadi kuncinya,” ujar Boy Jayawibawa.
Bagi Erni, tidak hanya peran pendidik semata sebagai kuncinya. Peran semua orang di sekolah juga tidak dapat diabaikan. “Saya yakin, selama semua orang paham mengenai anak, maka semua dapat berpartisipasi dalam menjadikan anak itu lebih baik,” pungkas Erni via online.
Materi Sekolah Ramah Anak (SRA) dan Perlindungan Anak nampaknya mengundang antusias peserta webinar. Terbukti dari berbagai pertanyaan yang silih berganti terlontar dari bibir guru maupun siswa selama dua sesi diskusi di akhir pemaparan materi. Menariknya lagi, para penanya tak sekadar mengupas lebih tuntas hal-hal yang ingin mereka ketahui lebih lanjut. Ada doorprize yang dibagikan di akhir acara kepada enam orang penanya terbaik. Diharapkan, dengan ini para peserta webinar terpancing untuk berani mengutarakan rasa ingin tahu mereka tanpa rasa takut dan sungkan. (cit/mcy)