Pada Kamis (09/07) lalu, pemerintah Provinsi Bali meresmikan era normal baru di pulau dewata termasuk Kota Denpasar. Di sisi lain, grafik perkembangan COVID-19 di Denpasar masih terus menunjukkan peningkatan. Lantas bagaimanakah pandangan remaja Denpasar?
Di tengah terjangan virus Sars-CoV-2, pemberlakuan new normal di Kota Denpasar menyedot atensi public tak terkecuali para remaja. Selasa (14/07), tim Madyapadma online pun melaksanakan polling kepada 100 remaja Denpasar dengan memanfaatkan google form. Menggunakan metode acak sederhana, tim Madyapadma menyebarkan kuisioner kepada remaja dengan kisaran usia 14 tahun sampai 20 tahun. Adapun karakteristik responden lainnya yaitu 2% diantaranya merupakan siswa SMP, 80% diisi oleh siswa SMA/SMK sederajat, dan sisanya sebanyak 18% merupakan mahasiswa perguruan tinggi. Jenis kelamin yang mengisi kuisioner mayoritas merupakan perempuan berjumlah 71% dan laki-laki 29%. Hasil polling menunjukkan 85% mengetahui kabar bahwa Denpasar telah melaksanakan new normal. Berbeda dengan Putu Anisa Putri Ekadana (17) yang mengaku tidak tahu apabila Denpasar sudah memasuki era normal baru. “Jujur nggak tahu karena memang nggak terlalu update soal tahapan-tahapan di Denpasar. Baru saja kemarin pas mengisi kuisioner aku tahu kalo ternyata new normal lagi diterapin,” tutur Anisa Putri. Rupanya tak hanya Anisa Putri seorang, 6% responden lain pun mengaku tak tahu-menahu tentang Denpasar yang telah memasuki era normal baru. 5% responden lainnya mengaku tidak mengikuti perkembangan COVID-19. Sisanya, sebanyak 4% remaja memilih enggan untuk menjawab.
Mengenai syarat-syarat sebuah daerah agar bisa menerapkan new normal, 54% responden mengaku telah mengetahui apa saja ketentuan-ketentuannya. Lain hal dengan 32% remaja lain yang kurang memahami persyaratan sebuah daerah agar dapat menjalani era normal baru. Kemudian, 12% lainnya mengaku tidak tahu apa saja ketentuan yang harus dipenuhi oleh suatu daerah. Sebanyak 2% responden merasa ragu-ragu. Lantas, terkait persyaratan suatu daerah untuk menjalankan new normal, 21% remaja Denpasar merasa keputusan yang diambil pemerintah belum tepat. “Menurutku masih belum sepenuhnya tepat. Karena masyarakat yang terkena COVID-19 ini masih terus meningkat,” ujar Rennisa Velda Anandita Susatya (17). Mayoritas, sebanyak 41% responden beranggapan bahwa keputusan untuk menjalankan new normal masih kurang tepat. Berseberangan dengan 28% remaja yang berpikir bahwa kebijakan yang diambil pemerintah untuk menjalani era normal baru sudah tepat. 19% sisanya masih merasa ragu-ragu. “Aku jawab ragu-ragu karena aku nggak tahu itu keputusan baik atau malah kurang tepat. Menurutku bisa disebut keputusan baik karena orang-orang yang kehilangan sumber ekonominya selama pandemi kemarin bisa mulai bangkit. Jeleknya itu masyarakat sebagian besar masih belum benar-benar teredukasi sama protokol kesehatan yang harus dituruti. Jadi konsekuensi new normalnya masih condong ke arah risiko merugikan,” jelas Anisa Putri.
Keputusan pemerintah untuk menjalani era normal baru memang sudah bulat, kendati begitu 84% responden menganggap belum semua masyarakat siap dan disiplin dalam mengikuti protokol kesehatan ketika new normal. Seperti halnya apa yang diungkapkan oleh Ni Kadek Dhina Riani Putri (17) yang juga meragukan kesiapan masyarakat Denpasar. “Masih terdapat masyarakat yang tidak disiplin dan masih menyepelekan mngenai pandemi ini. Sebaiknya pemerintah lebih memikirkan lagi untuk mengambil keputusan ini,” ungkap Dhina Riani. Berbanding terbalik dengan Dhina Riani, Made Widiadnyani (18) pun menyerukan pendapatnya. “Menurutku masyarakat Denpasar udah siap untuk mengikuti new normal. Karena rata-rata yang aku temui di lapangan sudah banyak masyarakat yang menggunakan masker. Bahkan ada beberapa yang menggunakan face shield juga. Selain itu, sudah banyak fasilitas seperti tempat cuci tangan dan handsanitizer khususnya di tempat-tempat umum,” ucap Widiadnyani. Rupanya 12% remaja lainnya juga menyetujui anggapan Widiadnyani. 12% remaja tersebut merasa semua masyarakat telah siap dan dapat mengikuti protokol kesehatan. Minoritas responden yakni sebanyak 4% memilih untuk tidak menjawab.