Seni dua dimensi dan tiga dimensi dengan berbagai macam bentuk dan warna menghiasi langit biru dan awan putih kota Denpasar. Puluhan layang-layang yang terombang ambing bersama angin dengan seutas tali yang menjuntai mengundang tawa ceria dari si pemilik. Panas matahari tetap tak melunturkan wajah puas ketika layangan berhasil dinaikkan.
Langit Denpasar yang cerah belakangan ini menunjukan situasi yang ceria karena dihiasi oleh banyaknya layang-layang dengan beragam bentuk dean warna. Hingga kini permainan tradisional layang-layang masih lestari dan digemari oleh kalangan anak-anak hingga orang dewasa. Menurut DRS. I Nyoman Sama, M. Hum(62), Dosen Antropologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana berpendapat bahwa melayangan tidak hanya sebuah permainan semata, namun terkandung pula nilai kehidupan dalam setiap prosesnya. “Pembuatan layangan perlu proses mengasah bambu dan menimbang agar layangan bisa seimbang dan bisa mengudara jadi sama dengan kehidupan yang memerlukan kesabaran dalam menghadapi tantangan,” tutur Nyoman Sama. Nyoman Sama juga menambahkan bahwa proses dalam pembuatan layang-layang dan dalam bermain menjadi bagian dari pendidikan karakter
Melayangan merupakan budaya yang kental dan erat kaitannya dengan masyarakat Bali. Permainan tradisional yang menjadi sebuah tradisi ini sudah diwariskan secara turun temurun di masyarakat. Di Kota Denpasar, permainan layang-layang dijadikan festival dan perlombaan di setiap tahunnya dengan tujuan agar permainan ini tidak akan luntur di tengah derasnya gelombang permainan modern. “Dengan adanya festival layang-layang permainan yang diwariskan oleh nenek moyang kita bisa tetap lestari di zaman modern dan serba canggih ini,” kata I Putu Adi Pratama (16).
Layangan merupakan sebuah produk kebudayaan Bali dimana layangan bisa dijadikan sebagai tempat untuk mengaplikasikan seni lukis dengan layangan sebagai media. Bukti dari layangan berkaitan erat dengan Bali adalah adanya layangan janggan. Layangan janggan adalah jenis layang-layang yang diskralkan oleh masyarakat Bali. Dalam prosesnya sebelum diterbangakan, layangan ini perlu disucikan terlebih dahulu. “Layangan janggan identik dengan naga, dalam mitos kebudayaan bali jika naga basuki perlambang bumi sedangkan naga taksaka perlambang langit, jadi oleh karena iyu layangan ini diskralkan,” terang Nyoman Sama.
Melayangan sudah menjadi tradisi yang harus dilestarikan oleh para remaja Bali khususnya remaja di Kota Denpasar. Selain untuk melestarikan budaya, melayangan juga memiliki dampak positif bagi pribadi masing-masing. Hal ini selaras dengan apa yang diungkapkan oleh I Komang Nova Yowana Putra (16), salah satu remaja di Kota Denpasar. “Dengan bermain layang-layang kita bisa bergaul dan membentuk sebuah kelompok dan meningkatkan solidaritas dan kekompakan di kalangan remaja,” ungkap Nova Yowana.
Layangan juga bisa dikemas menjadi sebuah atraksi budaya yang bisa menarik minat wisatawan. Jadi sudah sepatututnya layangan tetap dilestarikan agar Bali tetap kaya akan budaya. “Saya berharap agar remaja muda tetap berusaha menjaga tradisi melayangan ini agar tetap lestari di generasi berikutnya,” ujar Nyoman Sama.
Di tengah suasana pandemi COVID-19, melayangan masih tetap dilakukan oleh para remaja. Melayangan dilakukan beberapa orang sebagai aktivitas untuk menghibur diri agar tidak terlalu merasa terkekang di masa COVID-19. Kegiatan melayangan dilakukan dengan tetap mengikuti protokol kesehatan demi mencegah penyebaran COVID-19. "Aku main layangan ramai-ramai tapi kita tetap nerapin jaga jarak terus tetap pakai masker juga biar nggak kena COVID-19," aku Adi Pratama. Alangkah baiknya jika masyarakat tetap mematuhi peraturan serta anjuran-anjuran demi memutus rantai penyebaran COVID-19 (krn).