Sebuah perayaan identik dengan pemberian, namun hal lain terjadi di SMAN 3 Denpasar (Trisma). Perayaan menjadi suatu realitas yang dapat diabadikan, perlahan hanyut dalam kesederhanaan, tetapi sarat akan makna dan keabadian. Yang tak hanya sekadar formalitas belaka.
Suasana ruang kelas XI MIPA 3 seketika berhenti riuh saat seorang wanita mulai muncul di balik pintu. " Selamat pagi anak-anak," ujarnya menyambut hangat anak-anak yang menunggu bekal ilmu darinya . Dia adalah Ade Maya Amiyana selaku guru mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di SMAN 3 Denpasar. "Anak-anak jadi sekarang ibu akan sedikit memberikan gambaran mengenai Hukum," paparnya dengan senyum yang melekat dari pipi mungilnya. Di akhir pelajaran yang diberikan, dengan senyum yang selalu mengembang ia paparkan keluh kesahnya menjadi seorang guru. "Jadi guru berarti harus siap untuk berkomitmen, mungkin semua profesi membutuhkan sebuah komitmen. Tetapi menjadi guru perlu komitmen yang matang," ungkap Maya saat ditemui di ruang guru SMAN 3 Denpasar setelah mengajar (15/11).
Semakin terbawa suasana, guru yang memiliki paras anggun ini menuturkan lebih lanjut suka duka menjadi seorang guru. "Menjadi guru, sukanya melihat siswa bisa menerima ibu dan bisa menerima pelajaran yang ibu berikan. Kalau duka, selama ini masih belum merasakan duka yang mendalam, karena ibu menjadi guru balik lagi pada komitmen yang ibu miliki," terangnya wanita kelahiran Denpasar, 26 Mei 1980 ini.
Hal lain justru diungkapkan Made Ari Canigia Susila yang merupakan salah satu siswi SMAN 3 Denpasar, ia beranggapan bahwa hari guru hanyalah sebuah formalitas belaka. "Kalau aku liatnya, ini cuma formalitas, toh selama di kelas siswa tidak selalu menghargai gurunya. Untuk apa?," tanyanya dengan raut wajah tak menentu. Hal senada pun terlontar dari bibir tipis gadis dengan balutan rambut sebahu yang sepadan dengan wajahnya.
Kalau di Trisma, kita melakukannya dengan sesederhana mungkin, memberi momen yang tak akan dilupakan oleh guru-guru. Walaupun ini semua hanya terkesan formalitas di balik keseharian anak didik yang berbanding terbalik pada saat perayaan hari guru," tandasnya dengan nada lembut. Menanggapi pendapat formalitas yang dirasakan siswa, Maya menjelaskan, "Mungkin bisa dibilang formalitas, tapi sama seperti perayaan hari ulang tahun. Gimana kita merayakan hari lahir kita dan ingat bahwa kita lahir saat itu. Perayaan ulang tahun dengan perayaan guru sama aja, bedanya di hari guru siswa bisa mengingat bahwa ia memiliki seorang pembimbing di sekolah yaitu adanya seorang guru," tuturnya. "Bahkan dulu saat ibu jadi wali kelas, setiap perayaan guru Ibu yang memberikan coklat untuk anak didik ibu," tutupnya tanpa melewati senyum manisnya. Untuk itu, hari guru mungkin sebatas formalitas, tapi itulah realitanya. (anj)