“Yeay udah matiin lampu di kamar mandi,” seru Ni Luh Putu Hardy Lestari (16) dengan lantang kepada teman-temannya (27/09).
Akhir-akhir ini memang itu keseharian Hardy: berkeliling sekolah setiap dan setelah jam pelajaran. Pekerjaannya, mematikan sekaligus mengingatkan orang-orang untuk selalu menghemat energi. “Aku suka mati-matiin lampu, aku suka marahin orang yang ngidupin lampu di kelas ku, rasanya lega gitu,” serunya. Ya, itu adalah kewajiban Hardy dan 19 teman lainnya sebagai Pahlawan Energi di SMAN 3 Denpasar.
Bukan tombak atau sejata, istilah ‘Pahlawan Energi’ ini tercetus dari keikutsertaan SMAN 3 Denpasar dalam Lomba Hemat Energi di Rumah dan Sekolah 2016 yang diadakan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Dilansir pada laman Kementerian ESDM, ajang ini dilatarbelakangi oleh pemakaian energi di Indonesia saat ini masih tergolong boros. Indikasinya intensitas energi Indonesia yang masih tergolong besar.
“Kegiatan ini memang sangat didukung oleh sekolah karena memberikan beberapa keuntungan, selain pengeluaran sekolah jadi berkurang juga membantu program pemerintah untuk hemat energi,” tutur Ni Luh Putu Suratni (57), Wakasek Sarana dan Prasarana SMAN 3 Denpasar.
Sayang, minimnya apresiasi dari berbagai pihak sempat mewarnai implementasi program ini. Hardy mengungkapkan, “Susah juga ngasi tau temen-teman, udah dimatiin (perangkat elektronik-red), tapi nantinya pasti ada lagi yang ngidupin,” ujarnya dengan nada sedikit kesal.
“Apasih anak-anak itu dateng ramai-ramai terus disuruh matiin lampu, matiin kipas angin,” ungkap Suratni meniru complain guru-guru kepadanya. “Kesadaran dari masing-masing warga masih rendah, harus diingatkan dulu baru dimatikan, termasuk gurunya juga masih suka lupa,” ungkap A.A. Sagung Dwi Cahyani (59), seorang guru di SMAN 3 Denpasar.
Kini, desas-desus kontroversi tersebut mulai mereda.“Setelah disosialisasikan oleh Kepala Sekolah, guru -guru yang tadinya merasa terganggu sudah dapat memaklumi,” tutur Suratni. “Ya, setidaknya orang-orang yang memandang negatif program ini jadi sadar. Walaupun sepertinya gak efektif banget, karena hanya sebagian orang yang memperhatikan sosialisasi itu”, pikir Nyoman Gede Triadhi Putra S. (16), pahlawan energi yang lain.
“Semoga saja dengan adanya lomba pahlawan energi ini dapat meningkatkan kesadaran warga sekolah untuk bijak menggunakan energi, tidak hanya ingat menghidupkan, tapi juga ingat untuk mematikan,” harap Cahyani dengan senyum ramahnya. Sehingga nantinya, gerakan ini bukan hanya bermanfaat bagi sekolah, tetapi segala pihak. (git)