Menjelang PTM (Pembelajaran Tatap Muka) raut keresahan terlihat jelas di wajah para pelajar. Berbagai persiapan dilakukan semaksimal mungkin sebelum PTM dilaksanakan, kira-kira apa saja ya?
Setelah satu bulan vakum, akhirnya pembelajaran tatap muka kembali lagi. Sedikit melenceng dengan surat edaran sebelumnya dari Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Kadisdikpora) Provinsi Bali yang menyebutkan bahwa PTM di Pulau Bali dilaksanakan dengan kapasitas 50 persen. Nyatanya, PTM di Pulau Bali akhirnya serempak dilaksanakan pada 4 April 2022 dengan kapasitas 100 persen. Persis dengan PTM bulan Januari kemarin, PTM dilaksanakan dengan catatan kantin ditutup. Hal ini dilakukan sebagai upaya mencegah penyebaran klaster melalui kerumunan.
Tidak lengkap rasanya jika membahas tentang PTM, namun tidak mengintip sekilas tanggapan dari para siswa. PTM kali ini disambut dengan hangat. Namun tak sedikit juga yang merasa gelisah, karena merasa sudah tertinggal dengan pelajaran di sekolah. Seperti yang dikatakan oleh A.A Ngurah Gandi Adi Pranata (16). Saat diwawancarai (5/4/22), Gung Gandi mengatakan bahwa ujian akhir semester yang nantinya jika diadakan secara offline menjadi ketakutan tersendiri baginya. “Jujur saya merasa ragu dan ketakutan pada saat PTM bulan April ini, ditambah lagi ujian akhir semester yang sudah dekat. Selama melakukan pembelajaran dalam jaringan, saya sulit mencerna materi apa yang diberikan oleh guru,” tanggap Gung Gandi.
Berbagai persiapan juga dilakukan untuk menunjang keberlangsungan PTM. Gung Gandi pun mengaku bahwa sebelum PTM ia menyelesaikan beberpa catatan pelajaran yang belum tuntas. Lantaran selama belajar secara online buku catatan sering diabaikan. Berbeda dengan tanggapan Luh Nitya Sawitri (17) Selain buku, hal utama yang harus disiapkan sebelum dilaksanakannya PTM adalah mental. “Selain protokol kesehatan, aku juga nyiapin mental. Pasti bakal nguji mental banget kalau ketemu guru yang seram. Jadi, harus nyiapin diri kalau nanti aku ga sengaja buat salah, terus dia marah-marah,” ungkap Nitya.
Ketakutan-ketakutan yang timbul tentu tak menjadi penghalang bagi para siswa untuk tetap menjalankan PTM. Belajar bersama guru dan teman-teman dapat menjadi solusi segala keresahan tersebut. Namun, yang menjadi keresahan tak hanya itu saja. Kembalinya lonjakan kasus covid akibat pelaksanaan PTM juga menjadi sorotan utama. Nitya Sawitri berpendapat bahwa, PTM kali ini dapat saja menjadi penyebab lonjakan kasus Covid seperti yang terjadi pada bulan Februari kemarin.
“Karena sudah mau beralih ke era endemi, mungkin kita bakal jarang di tes. Karena nggak di tes, yang positif dan yang punya gejala bisa aja ‘kucing-kucingan’. Jadi mereka ngga jujur ke sekolah dan bilangnya cuma sakit biasa. Apalagi zaman sekarang, sakit udah dilihat sebagai hal yang lazim. Menurutku, kemungkinan besar bakal jadi klaster lagi. Cuma ya diungkap atau nggak-nya aja,” tutur Nitya.
Salah satu siswi sekolah menengah atas bernama Ketut Ayu Fitarini (17) merasakan bahwa PTM bulan Januari dan April memiliki perbedaan yang kontras. Di mana PTM kali ini tak seramai dengan PTM bulan Januari. Banyak kakak kelas yang sudah diliburkan dan fokus untuk mencari perguruan tinggi. “PTM yang sekarang lebih sepi. Karena tidak ada kakak kelas. Berbeda dengan PTM kemarin yang jauh lebih ramai. Sisanya sama aja,” ujar Ayu Fitarini.
Di akhir wawancara, Gung Gandi pun berharap bahwa prokes dapat terus dilaksanakan secara disiplin agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dan proses pembelajaran dapat terus berjalan dengan normal. “Tolong teman-teman jangan egois,” tutup Gung Gandi dengan tawa. (skr/cit)