Pertaruhkan nasib pendidikan dan kesehatan, PTM kembali diadakan setelah satu bulan terhenti. Tak hanya menjadi topik hangat para pelajar, namun tuai komentar dari berbagai kalangan.
Bagaikan burung dalam sangkar. Begitulah peribahasa yang menggambarkan kehidupan remaja akhir-akhir ini. Berbagai peraturan PTM yang tidak pasti berseluncuran di media sosial. Lagi, PTM kembali dilaksanakan pada 1 April. Setelah sempat melalui berbagai pertimbangan dengan pemangku kebijakan. Sempat ditutup kemudian dibuka kembali, layaknya seorang remaja yang enggan memberikan kepastian.
Keputusan terkait dengan pelaksanaan PTM di Bali disebutkan dalam tulisan berjudul ‘Bali Rencana Kembali Gelar PTM, Konster: Mulai 1 April’ pada laman BeritaBali.com yang diunggah pada 11 Maret 2022. Dalam tulisan tersebut, Boy Jayawibawa selaku Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Kadisdikpora) Provinsi Bali, menyebutkan bahwa PTM di Pulau Bali akan kembali dilakukan dengan kapasitas 50 persen. Mengingat status level di Bali masih level 3, sehingga dapat menyesuaikan dengan SKB 4 menteri mengenai kapasitas PTM.
Berbagai spekulasi dan tanggapan pun muncul dari berbagai kalangan masyarakat, mulai dari kalangan pelajar, orang tua, hingga pelaku usaha. Luh Budi Dharmaningtyas (15) selaku seorang murid sekolah menengah atas memberi tanggapan terkait hal ini. Menurut Dharmaningtyas, keputusan pelaksanaan PTM yang akan diadakan dalam waktu dekat bukanlah sesuatu hal yang baik maupun buruk. Bagi Dharmaningtyas, pembelajaran dapat dilakukan di mana saja. Pemerintah tak perlu terburu-buru mempersiapkan pelajaran tatap muka.
Selain itu, Dharmaningtyas menuturkan bahwa pembatasan skala kecil juga patut diberlakukan dalam tempat-tempat umum. Pada saat ini, tak hanya sekolah yang memberikan dampak besar peningkatan kasus. Tempat umum yang beroperasi dengan normal juga berdampak besar pada peningkatan kasus. “Apabila sekolah ditutup, seharusnya juga ada kesinambungan antara penutupan tempat umum yang menimbulkan keramaian,” ujar Dharmaningtyas saat diwawancara, Rabu (17/3).
Lain lagi pendapat I Putu Gede Panca Wiadnyana (47) melalui sudut pandangnya selaku orang tua siswa. Panca merasakan bahwa para pelajar saat ini memerlukan lebih banyak interaksi sosial, ketimbang dengan terus-terusan melakukan kegiatan secara daring. “Kalau online terus, kalian tidak bisa berdiskusi langsung bersama teman-teman, saling ghosting satu sama lain, makan bakso sebelahan, dan kegiatan seru lainnya di masa sekolah,” ucap Panca saat diwawancarai tim Madyapadma.
Dengan kembali diberlakukannya pembelajaran tatap muka, Ayu Widiastusi (47) selaku pelaku usaha yang bergerak di bidang alat kebutuhan sekolah mengaku merasakan berbagai dampak positif. “Kembalinya anak-anak ke sekolah, merupakan kembalinya juga perekonomian secara keseluruhan. Dengan meningkatnya hasil penjualanan kami, itu juga menyebabkan adanya perputaran uang di lini masyarakat,” ungkap Ayu.
Adanya peningkatan kasus di kemudian hari akibat pelaksanaan PTM tentu tak dapat dipungkiri. Panca juga menyatakan bahwa ini merupakan salah satu bentuk adaptasi kita sebagai warga agar pandemi dapat segara beralih menjadi endemic. Namun dengan catatan harus menerapkan protokol yang sudah dianjurkan.
Terlepas dari berbagai tanggapan masyarakat, harapan menganai pendidikan Indonesia untuk bangkit kembali tentu menjadi latar belakang segara diadakannya PTM. Dharmaningtyas pun mengharapkan menajemen pembelajaran menjadi lebih teratur dengan tatap muka. Sekarang yang menjadi pertanyaan, apakah akan berjalan sesuai dengan rencana? Atau persis seperti peristiwa lalu, layaknya lagu lama yang terulang kembali? Kesadaran masyarakatlah yang menjadi jawabannya. “Yang penting 1 April nanti nggak April Mop aja sih,” gurau Dharmaningtyas di penghujung wawancara. (skr/cit)