Oleh : I Gusti Ayu Agung Citra Perama Devhi
Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) yang telah digelar selama dua tahun pada praktiknya tidaklah optimal. Justru berdampak pada kualitas pembelajaran siswa yang kian menurun. Hal tersebut didukung oleh pengakuan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim, yang mengungkapkan bahwa metode PJJ selama pandemi Covid-19 menurunkan kualitas pembelajaran serta membebani guru, murid, dan orang tua murid. Ruang diskusi yang terbatas, ruang gerak yang terbatas, dan segala keterbatasan di masa pandemi menjadi penyebabnya.
Efektivitas PJJ hanya 30-50 persen saja, seperti yang diungkapkan oleh Komisioner KPAI Bidang Pendidikan, Retno Listyarti. PJJ cenderung berjalan monoton dan menjenuhkan peserta didik. Tak sedikit pula peserta didik menganggap mengikuti PJJ hanyalah formalitas belaka. Kualitas guru yang rendah dan gagap teknologi (gaptek) terhadap aplikasi daring menjadi salah satu penyebabnya.
Guru terbiasa mengajar dengan media cetak. Kini, mau tidak mau bahan ajar dialihkan berbasis digital. Tak semua guru melek teknologi. Terlebih guru yang usianya tak muda lagi. Sehingga menghambat kegiatan belajar mengajar dan cenderung menerapkan metode pembelajaran yang monoton. Namun tak sedikit pula guru yang sudah mulai menyesuaikan diri dan mengembangkan metode pembelajaran menjadi lebih kondusif dan menyenangkan.
Tak dapat dipungkiri pula pembelajaran daring menuai berbagai kendala. Kendala terbesar ialah ketidaktersediaan biaya kuota internet, khususnya bagi anak dari keluarga kurang mampu. Memang pemerintah telah memberikan bantuan berupa subsidi kuota internet, namun peserta didik di wilayah pelosok yang terkendala oleh sinyal atau jaringan internet merasa bantuan tersebut kurang membantu. Jaringan internet yang tidak memadai di wilayah pelosok mengakibatkan pembelajaran daring tidak dapat berjalan lancar dan materi sulit tersampaikan.
Selain itu, adanya disparitas digital yang lebar. Sehingga anak keluarga kaya lebih terlayani selama PJJ daring dibandingkan anak-anak dari keluarga menengah ke bawah. Ketidakmerataan tersebut menjadi penyumbang rendahnya kualitas pembelajaran di tengah pandemi.
Beruntung, pemerintah kini telah memberlakukan pembelajaran tatap muka serentak seperti sedia kala. Namun tentu masih dibayangi oleh protokol kesehatan, guna mencegah melonjaknya kembali kasus positif Covid-19. Sebab Indonesia belum sepenuhnya pulih. Belum terbebas dari intaian virus Corona yang merajalela. Kendati demikian, keputusan ini telah menjadi salah satu jalan untuk memulihkan satu aspek yang sempat redup. Yakni pendidikan. Pemberlakuan PTM kembali diharapkan mampu mengembalikan bahkan meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Tanpa dibuntuti dengan lonjakan kasus Covid.