Tepat satu setengah tahun lalu, menjadi masa menyenangkan bagi Ni Putu Sasti Wulandari Dwipa. Saat itu untuk pertama kalinya Sasti Wulandari meraih prestasi kompetisi penelitian tingkat internasional. Menyusul jejak teman-temannya di Madyapadma Journalistic Park- SMAN 3 DENPASAR mengukir prestasi internasional.
Ketika itu Sasti satu tim dengan empat rekannya dari Madyapadma Journalistic Park. Mereka mencetak prestasi dalam ajang IYIA (International Young Inventors Award 2019). Kompetisi penelitian yang diselenggarakan di TMII (Taman Mini Indonesia Indah) Jakarta pada 9-12 Oktober 2019 lalu.
Lima siswi yang tergabung dalam tim peneliti Madyapadma pulang ke Bali dengan senyum merekah karena berhasil menyabet medali perak dari hasil penelitian mereka yang berjudul Pemanfaatan Ekstrak Daum Jambu Biji (Psidium guajava L.) sebagai Cat Anti Karat. Tim yang digerakkan oleh Ni Putu Sasti Wulandari Dwipa, Kadek Dwi Gita Hapsary Dwija Putri, Kadek Ninda Nandita Putri, Ni Komang Regina Ary Shanty, dan Ayu Cempaka Ardha. Bagi mereka, momen kompetisi kali ini sedikit berbeda dibanding kompetisi-kompetisi sebelumnya. Pasalnya, keberangkatan mereka bermodal dari rasa nekat dan dukungan pembina Madyapadma. Salah satu anggota yakni Sasti mengaku bahwa mereka mengetahui informasi terkait kompetisi ini hanya beberapa hari sebelum penutupan pendaftaran, "Waktu itu sedang diskusi dengan pembina dan teman-teman terkait lomba apa saja yang ingin kami ikuti kedepannya dan salah satu teman kami memberi informasi tentang IYIA ini dan akhirnya kami mencoba untuk ikut." . Tak disangka, dengan waktu yang cukup singkat mereka berhasil menyelesaikan penelitian itu. Pada awalnya, mereka tak yakin bahwa mereka akan lolos karena masih dirasa terdapat banyak kekurangan dalam penelitian mereka. Namun keyakinan itu terpatahkan oleh email yang masuk di mana tim Madyapadma dinyatakan lolos untuk tahap pameran di TMII Jakarta.
"Senang banget waktu dikirimi temen screenshoot email yang menyatakan tim kami lolos. Apalagi ini kali pertama aku ikut lomba, jadinya senang tapi juga gugup buat tahap selanjutnya." ungkap Regina sambil membetulkan kacamatanya. Tak hanya sampai di sana, cerita mereka masih berlanjut ketika kompetisi yang sebenarnya tiba di mana mereka harus ke Jakarta tanpa pendamping. Pembina mereka berhalangan karena sedang menemani tim peneliti Madyapadma lainnya. Sehingga harus digantikan oleh guru lain. Mereka tak memiliki banyak kesempatan untuk latihan presentasi. Mulanya, mereka sempat merasa gugup dan takut karena melihat tim-tim lainnya yang dikunjungi para juri, sedangkan booth mereka belum juga mendapat kunjungan juri hingga siang hari. Menerka-nerka pertanyaan juri adalah kegiatan mereka selama menunggu penjurian. Untuk mengurangi rasa gugup, sesekali mereka juga bergantian berkeliling tempat pameran. Melihat inovasi-inovasi lainnya. Hingga akhirnya waktu demi waktu para juri datang. Mereka saling membagi tugas seperti Ninda dan Dwi Gita yang memperagakan dan menunjukan properti penelitian. Juga Cempaka, Sasti, dan Regina yang bergantian menjelaskan materi penelitian mereka.
Satu hari sebelum pengumuman, tim peneliti Madyapadma di minta oleh panitia sebagai perwakilan dari Bali untuk tampil pada sesi Culture Performence. Rasa gugup yang meyelimuti mereka karena menunggu hasil penjurian tak menghalangi niat mereka untuk tampil. Menyanyikan salah satu lagu Bali menjadi pilihan lima siswi itu. "Pede nggak pede pokoknya tampil saja, setelah itu lupakan." sahut Regina diiringi tawa. Pada hari pengumuman, pagi mereka diawali dengan sedikit kendala yaitu terlambat bangun. Sehingga mereka melewati prosesi penganugerahan. Ketika sampai di lokasi, mereka sudah tertinggal acara beberapa saat. Hingga akhir acara nama tim mereka tak kunjung disebut. Regina mengungkapkan bahwa saat itu timnya masih menyimpan harapan bahwa mereka telah melewatkan saat ketika nama mereka disebut, "Akhirnya kita tanya ke panitia. Pas nama tim kami dicari itu perlu waktu yang cukup lama, udah pasrah sebenarnya. Tapi ternyata ada nama tim kami di daftar peraih medali perak."
Kompetisi ini tak hanya membuat mereka menambah daftar prestasi di sekolahnya. Tetapi juga memberikan pengalaman dan kesan yang menarik. Saat ini, dalam kondisi pandemi COVID-19 mereka masih mengikuti kompetisi-kompetisi penelitian lainnya. Namun, mereka merasa kehilangan salah satu hal menyenangkan ketika lomba seperti ini yaitu tidak dapat bertemu secara langsung dengan teman baru. Mereka berharap nantinya bisa mengikuti kompetisi secara tatap muka tidak lagi virtual (dwi).