Jarum jam menunjukkan pukul 9 malam, dinginnya malam terasa menusuk tulang. Di tengah gelapnya malam, belasan remaja itu masih tampak anteng mengayuh pedal sepedanya menyusuri jalanan. Bagaimanakah keadaan para peserta Ekspedisi Jejak Arkeologi Munduk Juwet?
Cahaya yang remang-remang menjadi kawan kumpulan remaja yang tengah ikuti kegiatan jelajah itu. Sayup-sayup terdengar obrolan hangat yang warnai perjalanan mereka. Remaja-remaja yang tergabung dalam kegiatan jelajah itu berangkat dari SMAN 3 Denpasar di sore harinya dan tiba di Puncak Sari ketika jarum jam menunjuk angka 7. Dari awal berkumpul semua peserta ekspedisi pergi menggunakan angkutan darat, baik sepeda motor, mobil, pick up, hingga truk. Sesampainya di Puncak Sari, barulah sepeda gayung itu diturunkan dari singgahsananya. “Nah selama perjalanan ke basecamp,tim yang menggunakan motor punya tugas buat nerangin jalan untuk tim sepeda,” kata Ni Putu Della Puspita Dewi (17) salah satu peserta ekspedisi.
Setelah menempuh waktu sekitar 2 jam barulah semua peserta ekspedisi tiba di basecamp. tentu tak terelakkan lagi selama perjalanan, ada beberapa rintangan yang menghadang. “Kendala di tim sepeda itu jalannya yang gelap. Penerangan terbatas, cuma ada beberapa senter. Jadi kita susah liat kalau misalnya ada lubang,” ungkap I Nyoman Nova Aditya (17) salah satu pesepeda pada Ekspedisi Jejak Arkeologi Munduk Juwet. Nova Aditya juga mengungkapkan bahwa waktu keberangkatan mereka yang berberturan dengan jam pulang kerja, membuat mereka tak bisa terhindar dari kemacetan yang ada. Disamping itu, Ni Putu Diva Iswarani juga mengungkapkan kendala yang sempat dialami oleh tim tirta yatra. “Kalau hambatan tim tirta yatra lebih ke kekurangan tenaga. Ada banyak hal yang harus dilakuin tapi cuma ada 4 orang yang membantu,” aku gadis bertubuh tinggi itu.
Ada banyak jalan menuju Roma, ada banyak jalan juga yang dapat dilakukan semua tim untuk memecahkan berbagai permasalahan. “Saling komunikasi pokoknya. Misalnya kalau ada lubang, yang sepedaan di depan bakal teriak buat ngasi tahu ke yang belakang. Jadi yang lain juga bakal ngikutin. Terus jaga jarak juga jangan terlalu deket jaraknya biar gak nabrak, jangan kejauhan biar gak sampe putus,” tutur Nova Aditya. Selaras dengan pemaparan dari laki-laki bertubuh kurus itu, nyatanya memang benar bila sebuah komunikasi ialah bak cahaya yang mampu terangi redupnya malam, dalam temukan Jejak Arkeologi Munduk Juwet. (kar/dyt)