Saat ini, teknologi menjadi hal utama dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Dimana pun dan kapan pun kita tidak bisa lepas dari kecanggihan teknologi. Karena memang benar, pada dasarnya sebuah teknologi lahir karena ilmu pengetahuan dan berfungsi untuk meningkatkan pengetahuan.
Contoh sederhana adalah televisi. Dari dulu sampai saat ini, tv adalah salah satu media yang berperan sebagai gudangnya informasi yang mengedukasi. Tapi seiring berkembangnya era modern dan globalisasi, tayangan tv kebanyakan hanya mencari rating semata. Pada kenyataannya saat ini, pertelevisian Indonesia hanya berfokus pada hiburan belaka yang justru menurunkan standar tv tersebut. Hal ini berdampak buruk bagi anak-anak dan remaja sebab kebodohan moralitas tak dapat dihindari. Seperti yang kita ketahui, tayangan tv kini lebih banyak menayangkan sinetron, talk show dan program “hiburan” dengan bumbu kekerasan di dalamnya. Maka tak heran anak sekolah dasar saat ini terkesan dewasa terlalu cepat, dibandingkan dengan mereka yang lebih besar umurnya. Mengapa demikian? Bayangkan saja sinetron kebanyakan mengisahkan soal percintaan maka saat anak tersebut menonton, ia akan melakukan hal tersebut. Karena kita tahu, bahwa anak-anak memiliki rasa keingin tahuan yang tinggi dibandingkan orang dewasa. Dan naasnya, adegan kekerasan sering bermunculan pada tayangan sinetron. Seperti yang terjadi tahun 2015 silam (28/4), Terjadi pengeroyokan ala sinetron oleh 5 orang hingga beberapa hari setelah itu korban di bangku sekolah dasar kelas 1 tewas. Menurut pengakuan ayah korban, Hasrul, anaknya adalah orang yang ceria. Namun setelah aksi pengeroyokan tersebut, ia berubah menjadi pendiam. Pengeroyokan bermula karena 5 orang pelaku yang merupakan teman korban mengikuti gaya tawuran di sinetron “7 Manusia Harimau”. Sehingga beberapa diantara mereka nekat menggunakan sapu sebagai senjata. Maka sudah dipastikan bahwa, perilaku anak-anak masa kini merupakan korban langsung dari tayangan sinetron.
Ketika dibandingkan dengan tayangan terdahulu, maka tayangan tahun 90-an lebih mendidik. Semua umur dapat menonton tayangan semacam itu. Contohnya saja yaitu film “Si Doel Anak Sekolah”, yang menceritakan perjuangan Doel bersekolah. Meskipun terdapat unsur percintaan, namun masih dalam batas wajar. Selain itu, ada pula tayangan seperti “Laptop Si Unyil” dan “Si Bolang”. Pada zamannya, tayangan seperti itu sangat mengedukasi dan menginspiratif penonton. Pasalnya, tayangan itu selalu menyebarkan informasi penting yang beragam dan sangat cocok untuk anak-anak. Sehingga, secara tidak langsung mereka belajar hal-hal yang tidak didapatkan di sekolah. Sebaliknya, saat ini justru konten untuk anak-anak semakin menipis. Kemudian, berita saat ini lebih banyak menguak soal kehidupan seseorang. Yang dimana hal itu tidak sesuai dengan kode etik sebagaimana mestinya.
Maka dari itu, mutu pertelevisian Indonesia harus segera dibenahi sebelum terlambat. Tayangan yang mengedakasi harus terus ditingkatkan, sebab menentukan pemikiran masyarakat yang menontonnya. (red)