We have 90 guests and no members online
Karya: Kadek Novi Ariyanti
Gemericik air dari gagang shower memenuhi ruangan. Gilang tengah asyik membasuh tubuhnya dengan air hangat, sekaligus membersihkan rambutnya yang sudah tiga hari tidak diurus. Sudah enam lagu Barat ia lantunkan sebagai pengiring di sela-sela kegiatannya mengembalikan rambut badainya yang mulai terlihat lepek. Tak lupa, diselingi siulan merdu pada tiap-tiap lirik rumpang yang ia lupa bagaimana lirik aslinya.
Dari dalam kamar mandi, sayup terdengar suara pintu kamarnya yang terbuka. Seseorang baru saja mencoba masuk ke dalam kamar Gilang. Tak butuh waktu lama, ia langsung dapat mengenali sang pemilik langkah kaki. Langkah kecil itu sudah pasti milik sang mama, yang masuk bersamaan dengan setumpuk pakaian Gilang yang telah disetrika rapi, dan dengan telaten memasukkan pakaian itu ke dalam lemari.
“Ma, udah balik dari belanja bulanan? Gilang dibeliin apa aja tuh?” ucap Gilang setengah berteriak agar suaranya terdengar oleh mamanya.
“Nanti kamu cek aja di meja makan,” suara wanita menyertai menjawab pertanyaan yang Gilang ajukan sebelumnya.
“Ma, tolong ambilin Gilang handuk dong kalau gitu. Kebetulan lagi disini kan, Gilang lupa nih belum ambil handuk,” kembali Gilang membuka suara, memecah konsentrasi mamanya yang sedang mengkategorikan baju sekolah dan baju rumah milik putranya.
Tidak butuh waktu lama, suara mengetuk terdengar dari luar pintu kamar mandi. Gilang tentunya tidak akan menampakkan dirinya dan hanya menjulurkan tangan sebagai gantinya. Handuk itu berhasil dipindahtangankan. Akan tetapi, Gilang merasakan tangan mamanya yang terasa lebih dingin dari biasanya. Gilang khawatir mamanya terkena flu atau semacamnya akibat berbelanja sendirian ke luar rumah.
“Ma, mama ga sakit kan? Kenapa tangan mama dingin banget sih? Hati-hati lho nanti sakit,” ujar Gilang nyeroscos tanpa henti, tanda kekhawatirannya kepada ibunda tercinta.
Tidak ada balasan lagi dari Mama Gilang. Mungkin mamanya sudah selesai merapikan baju-baju dan bergegas ke dapur untuk membongkar isi belanjaan yang baru saja dibelinya.
Gilang akhirnya selesai mengeringkan badannya. Menggunakan selembar handuk yang terlilit rapi di pinggang, Gilang berjalan mendekati lemari pakaian. Aneh. Kenapa baju di dalam lemari Gilang tidak ada yang bertambah? Bukannya tadi Mama Gilang sudah memasukkan baju-baju rapi hasil setrika ke dalam lemari? Pertanyaan itu sempat terlintas di pikiran Gilang, tetapi Gilang tidak terlalu menghiraukannya. Ia lanjut memilih baju tidur yang cukup adem agar nyaman saat pergi ke pulau kapuk nanti.
Baju yang diinginkan telah diambil dan dikenakan. Gilang bergegas menuju dapur untuk mengambil belanjaan apa saja yang dibawakan mama untuk dirinya. Yang Gilang baru sadari adalah suara mobil mamanya baru saja terdengar tiba di depan rumah. Belanjaan yang dikiranya ada di atas meja pun tak Gilang temukan. Gilang berlari kecil ke luar rumah, menghampiri mamanya yang baru saja turun dari mobil.
“Loh ma habis dari mana lagi?” tutur Gilang penasaran akan kedatangan mamanya.
“Mama kan udah bilang tadi mau belanja bulanan,” jawab Mama Gilang dengan nada yang santai.
“Terus tadi yang ngerapiin baju di kamar Gilang dan ngasih handuk ke Gilang waktu mandi siapa dong ma?” ungkap Gilang sedikit ketakutan dan khawatir. Raut wajah gilang langsung berubah. Keringat dingin keluar bercucuran membasahi wajahnya. Bulu kuduknya pun berdiri, merinding akan suasana yang seketika berubah drastis.
“Apa sih? Kamu mungkin cuma halusinasi aja kali,” ucap Mama Gilang berusaha menenangkan, sekaligus mengalihkan topik pembicaraan. Mereka akhirnya masuk kembali ke dalam rumah dan membawa belanja bulanan yang telah dibelinya dari toko serba ada yang letaknya berada di pusat kota. Gilang membawa sebagian besar belanjaan, tidak ingin membebani mamanya dengan belanjaan yang berat.
Setelah kejadian janggal yang terjadi pada Gilang perlahan lenyap dari pikirannya, Gilang kembali ke kamar untuk bersiap tidur karena waktu telah menunjukkan pukul setengah 12 malam. Di tengah heningnya malam, telinganya menangkap bisikan wanita tua yang mengucapkan selamat malam tepat di samping telinga kirinya. Gilang tak membuka mata, justru terlelap seolah bisikan tersebut menjadi sebuah pengantar tidur. Satu hal yang belum ia sadari, ada yang ikut “tidur” dengannya malam itu.