Oleh :
Cahayakasih Prabandari Tanama Putra
Kulihat boneka kecil yang menggantung di tas merah mudanya. Anak itu berjalan dengan sangat senang. Mulutnya sibuk memakan es krim yang baru saja ia beli. Coklat, vanila, dan strawberry itulah rasanya. Dilengkapi dengan hiasan warna-warni yang ditabur di atasnya. Saat itu aku langsung teringat akan masa laluku. Masa dimana aku dikutuk oleh boneka rajut.
Ya, boneka beruang itu. Lehernya dilingkari syal berwarna merah. Matanya dijahit rapi dengan benang wol. Tangan dan kakinya yang terasa lembut saat dipegang. Juga mulutnya yang seolah tersenyum kepadaku.
4 tahun lalu. Kulihat nenek tua yang sedang berjualan. Ia duduk di trotoar dengan baju warna kuning. Mulutnya berteriak, "boneka-boneka..." Kutarik lengan baju ibuku yang sedang berjalan di sebelahku. "Mama aku mau itu" kataku. Lantas Ibuku menjawab dengan wajah penuh kasih sayang."Kamu kan sudah punya banyak boneka nak"
Seketika itu aku langsung menangis. Aku tak ingin pulang sampai dibelikan boneka itu. Bajuku terasa basah terkena air mata. Pada akhirnya Ibuku memutuskan untuk membelinya. Ia merogoh kantong celananya dan mengeluarkan uang Rp50.000. Lalu ia serahkan kepada nenek itu. Aku pun terdiam. Tanganku sontak memeluk boneka itu. Tak lupa kuucapkan terima kasih pada Ibuku.
Aku pun lantas pulang dengan Senyum merekah di wajahku. Kakiku berjalan seirama dengan nyanyianku. Secara tak sadar kutinggalkan Ibuku jauh di belakang. Aku pun menoleh dan tak kulihat lagi sosok perempuan yang baru saja membelikanku boneka.
Kupanggil Ibuku berkali-kali tapi tidak ada jawaban. Wajahku yang tadinya senang berubah suram. Tak terasa. Air mataku pun menetes kembali. Kududukan diriku di emperan toko. Kupeluk boneka beruangku dengan erat. Waktu berjalan dengan sangat cepat. Sang surya sudah ada di puncak kepalaku.
Kurasakan matahari yang semakin lama semakin panas. Kulitku dibuat gosong olehnya. Keringat yang bercucuran di dahiku. Membuatku semakin bingung. Kepalaku terasa sangat pusing. Hampir saja aku dibuat tumbang karenanya.
Yang ku punya saat itu hanyalah bonekaku. Dia yang menemaniku. Sampai akhirnya kulihat lagi sosok Ibuku. Wajahnya merah nyaris menangis saat memanggil namaku. Tangisanku pun pecah di pelukannya. Kuusapkan wajahku di kemeja bermotif tartan miliknya.Ibuku mencoba menenangkanku. Diusapnya ujung kepalaku dengan lembut. Tangannya menyodorkan sebotol air kepadaku. Dengan napas yang masih sulit, kuteguk air itu.
Singkat cerita, aku dan ibuku telah sampai di rumah. Kulihat ayahku. Ia sedang duduk di teras depan rumah. Kakinya menyilang. Wajahnya dihalangi embun kopi hitam di hadapannya. Jarinya membentuk huruf v. Dihisapnya rokok yang sedari tadi ia letakkan di atas asbak. Asapnya bahkan sampai di indra penciumanku. Sedikit sesak kurasakan. Kutuntun kakiku ke dalam rumah. Saat aku sampai di kamar, kuletakkan bonekaku di atas bedcoverku.
Waktu sudah menunjukkan pukul 5 sore. Kubuka almari bajuku. Dan kuambil setelan piyama milikku. Piyama bermotif floral berwarna pink. Aku membelinya di toko baju dekat rumahku. Alasanku membelinya hanya karena sedang diskon. Tapi sekarang menjadi salah satu piama favoritku. Akupun bergegas ke kamar mandi. Tak lupa kuambil Handuk yang sedang digantung di jemuran belakang rumahku.
Saat mau mengambilnya, tanganku terasa panas. Sontak kukibaskan tanganku dengan sangat kencang. Entah dari mana datangnya. Ada ratusan semut yang mengerubungi tanganku. Mulutku pun langsung berteriak “AKHHHH..” Akupun merintih kesakitan. Bayangkan saja, puluhan keluarga semut mengigit tanganku. Perih rasanya.
Walau sakit, kubasuh tanganku dengan air. Lantas kuobati dengan salep yang diberikan ibu tadi. Aku merinding melihat tanganku sendiri. Bagaimana tidak, aku phobia akan hal seperti itu. Bintik-bintik. Memikirkannya saja sudah membuatku ngeri. Melihatnya membuatku mual. Setelah menunggu beberapa saat, akupun akhirnya mandi. Kuangkat tanganku tinggi agar tidak terkena air.
Sial sekali aku. Pikirku saat itu. Tapi aku membiarkannya saja. Tak mengira ini terjadi karena boneka sialan itu. Hari pun berakhir. Kubaringkan diriku di atas kasur empukku. Tak lupa kutidurkan boneka beruang di sampingku. Kuselimuti layaknya manusia. Lalu kuambil benda persegi panjang kesayanganku. Aku membuka spotify dan kuputar playlist kesayanganku.
Tiba-tiba saja ada notifikasi masuk. Iseng kubuka. Isinya tentang kejadian kemarin. Ya, kemarin sore ditemukan seorang wanita terduduk lemas di depan rumahnya. Didampingi barang-barang miliknya. Diduga ia adalah korban KDRT. Kugulirkan layar hp ku dengan penuh rasa penasaran. Polisi mengatakan ada luka memar bekas pukulan di lengan wanita itu.
Tak terasa akupun tertidur dengan musik yang masih menyala. Esok harinya, aku terbangun dengan earphone yang hanya terpasang di salah satu telingaku. Kulihat boneka beruangku yang masih diposisi yang sama. Tak lama, ibuku pun memanggilku untuk sarapan.
Aku bergegas membenahkan kasurku dan keluar kamar. Kusantap roti yang baru saja ibu panggang. Wanginya sangat enak, begitupun rasanya. Telur, Ham, selada, tomat, dan keju. Itulah isiiannya. Begitu kugugit, kurasakan saus tomat dan mayonaise yang melimpah. Nikmat sekali. Selesai memakannya, akupun berangkat kesekolah bersamaan dengan ayahku.
Tanganku melambai ke arah ibuku, tanda berpamitan. Lalu langsung berangkat. Di jalan, tiba-tiba saja ban mobilku kempes. Ayahku terpaksa turun untuk membenarkannya. Alhasil akupun terlambat ke sekolah. Sampai di sekolah, aku dihukum oleh guruku. Sekelas menertawakanku. “Apes sekali hari ini” Ucapku sambil membersihkan kaca toilet sebagai hukumanku.
Saat jam isturahat, salah seorang temanku bertanya kenapa aku bisa terlambat. Aku menjelaskan semuanya. Aku juga menceritakan kejadian hari itu. Saat semut tiba-tiba mengigit tanganku. Juga saat aku kehilangan ibuku saat berjalan pulang. Ditengah-tengah bercerita, akupun menyadari sesuatu. Ada yang aneh sejak aku membeli boneka itu. Setiap harinya ada saja masalah yang menimpaku. Tapi aku kembali berpikir. Mungkin itu hanya kebetulan saja. Lalu kulanjutkan sisa hariku di sekolah dengan mood yang sudah rusak.
Jam pelajaran terakhir pun dimulai. Ada tugas yang harus dikumpulkan. Segera kubuka tas ku untuk mengambil tugas yang sudah aku kerjakan semalam. Dan benar saja, itu tertinggal. “YANG BENAR SAJA” kataku sambil memasang wajah kesal. Entah akan jadi seburuk apa lagi hari ini. Lagi-lagi aku dihukum oleh guru. Aku tidak diizinkan mengikuti kelas. Mungkin saja aku tidak sekolah kalau tau akan seperti ini. Sambil menunggu jam pulang, kubaca novel yang kubawa di tas. Novel tentang kutukan boneka rajut.
Novel bersampul hijau zamrud. Buku yang menarik perhatianku saat itu. Novel yang bercerita tentang gadis yang di kutuk oleh boneka rajut. Ia menemukannya di kamar neneknya yang sudah meninggal sejak ia masih kecil. Sejak saat itu, ia merasakan kesialan dihidupnya. Segalanya tak berjalan sesuai rencananya. Konon katanya, cerita itu diambil dari kisah nyata. Tapi belum ada yang tau pasti kebenarannya.
Bel sekolah pun berbunyi. Tak terasa sudah berapa lama aku membaca buku itu. Waktu terasa berlalu dengan sangat cepat. Akupun turun ke lantai dasar bersama temanku. Temanku pulang dengan berjalan kaki. Dan aku di sana masih menunggu jemputan dari ayahku. 10 menit, Setengah jam, 1 jam. Tak kunjung kulihat mobil jazz milik ayahku tiba. Saku rok ku bergetar. Terpampang kontak ibu yang menelpon. Kutekan lambang hijau telepon. Suara bergetar kudengar samar-samar di telingaku.
Aku berusaha tetap tenang. Kutanya ibu tentang apa yang terjadi. Kaki ku lemas begitu mendengar penjelasannya. Ayah mengalami kecelakaan saat akan menjemputku. Kepalaku pun langsung berpusat pada boneka itu. Boneka yang sedari tadi, bahkan berhari-hari yang lalu membuatku sial. Aku terpaksa memesan taksi online untuk pulang.
Akupun sampai dirumah. Dengan perasaan kesal, kuambil boneka yang masih terbaring di kasurku itu. Aku pergi ke tempat pembuangan. Lalu kulemparkan boneka itu dengan sangat kencang. Kugunakan seluruh tenagaku untuk itu. Tak sia-sia selama ini aku melakukan workout. Merasa boneka itu sudah hilang, aku memutar badanku untuk pulang kerumah. Tapi siapa sangka, tiba-tiba saja boneka itu ada di ujung jari kakiku.
Akupun terkesiap dan reflek berteriak. Suaraku terdengar seperti kucing yang terkena air. Kakiku perlahan mundur beberapa langkah. Pikiranku sudah kacau. Tak tau mengapa hal itu bisa terjadi. Dengan napas yang terengah-engah kuberanikan diriku untuk mengambil boneka itu. Tanganku menggapai bagian telinganya. Namun mataku tak mau terbuka. Dengan perasaan ngeri, kulemparkan boneka itu sekali lagi.
Dalam hatiku berkata, “ini pasti mimpi” sambil berjalan pulang dengan langkah cepat. Dengan napas yang masih sulit, aku berusaha membuka pintu gerbang yang tadi kukunci. Sebab di rumah tidak ada orang. Ibuku masih menemani ayahku di rumah sakit. Berhasil kubuka. Akupun bergegas masuk ke kamarku, dan alangkah terkejutnya diriku. Kulihat lagi boneka itu terbaring diatas kasurku. “INI BUKAN MIMPI!” kataku sambil mengambil salah satu buku di lokerku.
Benar saja, boneka itu mendadak hidup. Ekspresi wajahnya berubah. Awalnya ia terlihat selalu tersenyum kepadaku. Tapi kali ini berbeda. Matanya menatap tajam. Badannya berjalan ke arahku. Kulempari boneka itu dengan buku yang tadi ku ambil. Sia-sia saja. Boneka terkutuk itu seolah akan membunuhku. Ternyata, kisah dibuku itu benar adanya. Itu nyata.