Berkat dorongan sang orang tua, menjadi awal mula Yogi tertarik dengan profesi seorang guru yang memberikan manfaat bagi banyak orang
Ni Made Dwi Utami Yogi, S.Pd, atau yang sering disapa Yogi, memiliki tekad yang kuat dan keinginan yang besar untuk mewujudkan cita-cita yang bermanfaat bagi banyak orang. "Bagi saya, tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini, semua dapat dipelajari," merupakan motivasi hidup dari wanita berzodiak Pisces ini. Pada awalnya, Yogi merasa bimbang dalam menentukan cita-citanya. Namun, karena dorongan orang tuanya yang menginginkan Yogi menjadi seorang guru, dia pun bertekad menempuh pendidikan di perguruan tinggi negeri. Semakin lama ia melihat kedekatan dengan profesi guru, semakin tumbuh pula rasa cintanya terhadap profesinya tersebut. Yogi bertekad keras mewujudkan cita-citanya dengan sepenuh hati. Setelah menjalani masa-masa sebagai mahasiswa, khususnya di Universitas Pendidikan Ganesha (UNDIKSHA), Yogi berhasil menyelesaikan pendidikan S1 dan memperoleh gelar S.Pd pada usia 22 tahun. Setelah kelulusannya, pada tahun 2009, Yogi berhasil mewujudkan impian menjadi seorang guru di Sekolah Menengah Atas (SMA) 3 Denpasar. Segala perjuangan yang telah dilaluinya akhirnya membuahkan hasil yang memuaskan.
Wanita yang lahir pada tanggal 26 Februari 1986 ini tidak pernah membayangkan bahwa ia akan berhasil menjadi seorang guru dan mengajar para siswa di Trisma. Ia diberi tugas sebagai guru ekonomi serta sebagai pembina ekstrakurikuler Koperasi Siswa (KOPSIS). Masa awal sebagai seorang guru tentu menjadi masa yang penuh tantangan bagi Yogi. "Jujur, saya merasa kurang percaya diri dan takut, terutama karena saya tidak pernah berharap untuk mengajar di Trisma," ungkap wanita yang gemar menikmati air hangat ini. Meskipun demikian, rasa takut tersebut tidak melunturkan semangat Yogi untuk menjadi guru yang berkualitas. Setiap guru memiliki kisahnya masing-masing, termasuk suka dan duka. "Salah satu pengalaman menarik yang pernah saya alami adalah saat saya menjadi wali kelas untuk mendampingi anak-anak yang memiliki berbagai masalah," ujar wanita yang memiliki minat dalam bidang antropologi ini
Sejak tahun 2009 hingga tahun 2023, wanita yang telah memiliki dua orang anak ini telah memberikan pengabdian selama 14 tahun di Trisma. Perjalanan menjadi seorang guru selama bertahun-tahun tentu penuh dengan tantangan. Ia menghadapi banyak rintangan dan hambatan. Walaupun demikian, ia tetap bertekad untuk menjalani profesinya sebagai seorang guru di Trisma. "Saya memilih untuk tetap menjadi guru di Trisma karena saya sudah terlanjur mencintai profesi ini," ungkap wanita yang memiliki kegemaran pada kacang ini. Setelah memberikan pengabdian bertahun-tahun di sekolah ini, Yogi mendapat kesempatan untuk menjadi Pembina pada Student Company SMAN 3 Denpasar.
Student Company SMAN 3 Denpasar merupakan sebuah program dari Prestasi Junior Indonesia (PJI) yang bertujuan untuk mendorong pertumbuhan jiwa kewirausahaan dan mengembangkan potensi talenta muda Indonesia di bidang kewirausahaan sejak dini. Produk yang diluncurkan dalam program ini diberi nama "Widhoti". Beberapa produk yang telah disepakati pada waktu itu adalah tas berbahan kain endek perca. Menjadi Pembina dalam program ini yang pertama kali dilaksanakan di Trisma merupakan sebuah kebanggaan bagi Yogi. "Pada awalnya, tentu saja saya merasa ragu. Mengelola 25 siswa yang memiliki pemikiran yang berbeda-beda adalah tantangan besar bagiku. Rasanya seperti saya menjadi wali kelas dari dua kelas sekaligus," ungkap Yogi.
Meskipun demikian, Yogi tetap yakin bahwa semua ini dapat dijalani dan diusahakan. Menghadapi tantangan-tantangan serta banyak hal yang perlu dipelajari, ia menyatakan, “Sampai saat ini, saya sangat menikmati peran baru saya sebagai Pembina Student Company. Kami saling belajar dan menjelajahi hal-hal baru bersama-sama,” kata guru ekonomi ini.
Terkadang, Yogi menghadapi beberapa kendala saat meluncurkan produk Widhoti. "Pada awalnya, kami sama sekali tidak memiliki gambaran tentang bagaimana launching yang diharapkan oleh sponsor. Kami melihat beberapa sekolah lain menggunakan gedung megah atau menggelar karpet merah dengan berbagai acara meriah lainnya. Untungnya, kami memiliki seorang fasilitator yang menekankan bahwa kehebohan tidaklah menjadi tolak ukur. Setelah itu, kami merasa lega. Awalnya, konsep kami adalah melakukan peluncuran secara sederhana, karena fokus kami adalah menyelesaikan materi presentasi yang belum selesai. Ini menjadi kendala terbesar bagi kami.” ujar Yogi.
“Seperti takdir yang mendukung, saat itu ada kegiatan ekstrakurikuler KSPAN yang akan mengadakan pemilihan duta. Konsep dekorasi juga menjadi masalah dan awalnya kami tidak dapat membayangkannya, tetapi akhirnya dibantu oleh KSPAN. Kami dibantu oleh anggota ekstrakurikuler Sunari dan VOG untuk menjadi pengisi acara. Akhirnya, peluncuran berjalan jauh melebihi harapan saya. Meskipun sederhana, hal itu tidak mengurangi maknanya sama sekali," tambah wanita berusia 37 tahun ini.
Meskipun sering menghadapi kendala, Yogi dan siswanya tidak pernah kehilangan semangat. Mereka yakin bahwa mereka mendapatkan dukungan penuh dari warga sekolah. “Kami berharap ke depannya Student Company ini bisa menjadi platform bagi para siswa untuk mengembangkan keterampilan berwirausaha dan organisasi yang baik. Mengenai produk saat ini, kami berharap dapat diterima oleh masyarakat sehingga dapat memberikan manfaat bagi semua orang,” ungkap Yogi mengakhiri wawancara sore ini. (nda)