Malam Renungan AIDS Nusantara (MRAN) kembali digelar di SMAN 3 Denpasar. Dengan tema "Stop Discrimination and Let’s Fight the Fire of Happiness", acara ini menjadi panggung untuk mengakhiri stigma terhadap Orang Dengan AIDS (ODA).
Acara Malam Renungan AIDS Nusantara (MRAN) tahun ini kembali dihelat dengan megahnya di SMAN 3 Denpasar. Peringatan ini dilakukan setiap bulan Mei dan dilaksanakan juga secara internasional dengan nama “The International AIDS Candlelight Memorial”. Tahun 2024, peringatan MRAN kembali terlaksana untuk kedua kalinya setelah pandemi covid-19 sejak tahun 2020. Mengusung tema “Stop Discrimination and Let’s Fight the Fire of Happiness”, dengan maksud dapat menyalakan kembali segala harapan yang sebelumnya padam, dan bersama-sama saling merangkul saudara yang sedang berjuang, serta, menghentikan diskriminasi terhadap “ODA”.
Sebagai Ketua Panitia MRAN 2024, Ni Putu Risma Kanyaka, seorang siswi dari kelas XI MIPA 5, menjadi salah satu sosok sentral dalam kesuksesan acara ini. Dalam wawancara nya dengan tim Madyapadma, Risma menjelaskan alasan diadakannya MRAN 2024 ini. “Peringatan MRAN ini merupakan suatu momentum bagi kita semua untuk mengenang dan memotivasi saudara saudara yang kita yang sedang berjuang melawan penyakitnya,” ujar Risma (17), ketika membacakan sambutan Ketua Panitia. MRAN tidak hanya menjadi ajang untuk merenung, tapi juga panggung bagi para pemuda untuk beraksi dan menyuarakan perubahan dalam perjuangan melawan diskriminasi terhadap Orang Dengan AIDS (ODA).
Dalam menjawab pertanyaan tentang alasan keikutsertaannya dalam PMR KSPAN. Menurutnya, terlibat dalam PMR KSPAN memberikan kesempatan untuk mempelajari lebih dalam tentang dunia kesehatan, terutama dalam hal penanganan dan pencegahan HIV/AIDS. Ini merupakan alasan kuat baginya untuk terlibat aktif dalam penyelenggaraan MRAN. “Kita ingin merangkul masyarakat untuk menyayangi ODA, untuk mengakhiri diskriminasi, dan memberikan simpati serta motivasi kepada mereka,” tutur Risma, dengan penuh semangat.
Salah satu aspek menarik dari MRAN adalah konsep dan persiapan yang matang. Dalam proses penyelenggaraan, Risma mengungkapkan bahwa persiapan dimulai sebulan sebelum acara sebenarnya. Mulai dari penyusunan proposal hingga koordinasi dengan relawan dan perlengkapan, semuanya memerlukan waktu dan perencanaan yang matang. Tantangan terbesar yang dihadapi adalah dalam hal pengorganisasian tim relawan. Namun, dengan kepemimpinan yang efektif dan komunikasi yang baik, Risma mampu mengatasi hambatan tersebut.
Acara MRAN tahun ini menampilkan berbagai konsep kreatif, termasuk spanduk besar untuk photobooth dan Wish Board. Risma menjelaskan bahwa spanduk besar tersebut dimaksudkan untuk memfasilitasi interaksi antara peserta, sementara Wish Board memberikan kesempatan bagi peserta untuk menuliskan pesan motivasi atau doa untuk ODA. Konsep ini bertujuan untuk meningkatkan partisipasi dan keterlibatan peserta dalam acara tersebut. Acara MRAN kali ini juga dihadiri oleh lebih dari 300 peserta, termasuk perwakilan dari kelas 10 dan 11, serta perwakilan ekstrakurikuler. Semuanya berkumpul dengan tujuan yang sama yaitu, memberikan dukungan kepada ODA.
Di akhir wawancara, Risma menyampaikan harapannya bahwa MRAN tahun ini dapat memberikan dampak yang positif bagi semua peserta dan masyarakat pada umumnya. "Saya berharap acara ini dapat menginspirasi banyak orang untuk bersatu dalam perjuangan melawan AIDS dan diskriminasi," tegas Risma, menutup wawancara sore itu (17/5). (dst/ksa/dcl)