Pandemi Covid-19 yang masih merajalela kini tak hanya berdampak pada kesehatan ataupun pendidikan, tetapi juga mendatangkan permasalahan lingkungan yang serius. Sampah medis yang melonjak dan kualitas air yang kian menurun, apa langkah selanjutnya?
Selama ini, pernahkah anda berpikir berapa banyak masker sekali pakai yang anda habiskan tiap minggunya, atau berapa banyak air yang terbuang untuk mencuci tangan? Tanpa kita sadari, pandemi Covid-19 berdampak besar terhadap lingkungan. “Pandemi ini sebenarnya memiliki dampak positif seperti berkurangnya polusi udara, karena sekarang masyarakat dibatasi untuk keluar rumah. Namun disisi lain sampah medis juga semakin melonjak, dan sampah medis disini tidak hanya berbahaya secara fisik tetapi juga secara kimia.” ucap Ni Putu Mirah Wahyu Subagia Putri (17).
Dilansir dari antaranews.com dr. Ketut Suarjaya mengatakan bahwa selama masa pandemi Covid-19, Bali telah menghasilkan limbah medis 3 ton sehari. Limbah medis ini berasal dari penanganan kasus Covid-19 maupun non Covid-19 seperti alat suntik, APD, dan masker. Disamping itu, penggunaan masker sekali pakai oleh masyarakat juga tentunya berkontribusi meningkatkan jumlah limbah medis. Hal serupa disampaikan oleh Ni Wayan Sahya Pavita Nariswari (15). “Penggunaan masker sekali pakai akan membuat sampah medis semakin banyak dan sebaiknya masyarakat menggunakan masker kain/masker yang bisa di gunakan hingga 3-4 kali pemakaian untuk mengurangi sampah medis,” jelasnya.
Limbah medis ini sudah seharusnya diolah sesuai dengan protokol yang ditetapkan. Ni Kadek Lakshmi Amrithalinggam Putrinata (15) berpendapat, “Di masa pandemi begini, jumlah limbah medis melonjak naik. hal ini disebabkan oleh kebutuhan peralatan medis seperti masker, sarung tangan, kain kasa, semakin meningkat. upaya penanganan yang masih terbatas menjadi salah satu hal yang akan berdampak besar terhadap lingkungan. sampah medis juga tidak bisa dikelola secara sembarangan, dibutuhkan protokol khusus yang harus dipatuhi dalam mengelola sampah medis. karena jika menyimpang dari protokol, sampah medis hanya akan mendukung penyebaran virus,”. Untuk di Bali sendiri, limbah medis akan dipilah sesuai karakteristiknya, kemudian ditangani oleh pihak ketiga dan dikirim ke Jawa Barat. Solusi lainnya, masker sekali pakai juga dapat didaur ulang dengan aman. “Masker medis sekali pakai sebaiknya didaur ulang. Saya sempat membaca beberapa penelitian yang mengkaji tentang pemanfaatan sampah medis untuk misalnya, dekomposit. Ini menurut saya akan lebih efektif dibanding limbah medis yang didiamkan di tanah,” ungkap Mirah.
Tak hanya permasalahan limbah medis, selama pandemi ini kualitas air pun ikut terancam. Salah satu tindakan pencegahan Covid-19 yang paling populer, yaitu mencuci tangan tentu membutuhkan banyak air setiap harinya. Akibatnya, kualitas air pun menurun. “Menurut saya mencuci tangan dapat mencemari lingkungan, karena sabun cuci tangan yang memiliki kandungan triclosan di dalamnya dapat mencemari lingkungan. sehingga, sebaiknya menggunakan sabun dari bahan alami sebagai alternatif pengganti triclosan agar dapat menjaga kesehatan seta tidak mencemari lingkungan,” kata Lakshmi. “Untuk hal ini, saya sempat melihat berbagai penelitian tentang pemurnian atau penjernihan air. Jadi menurut saya dengan menerapkan pemurnian air ini kita dapat meningkatkan kualitas air,” tambah Mirah.
Pengelolaan limbah medis kini sudah saatnya mendapat perhatian lebih baik oleh masyarakat maupun pemerintah. Meskipun saat ini kesehatan adalah yang terpenting bagi semua orang, pada akhirnya perlu kesadaran dari masing-masing pribadi untuk menangani permasalahan ini. “Menurut saya setiap orang harus sadar terlebih dahulu tentang bahaya nya limbah medis , setiap orang juga harus bisa mengolah/memanfaatkan limbah tsb menjadi suatu karya yang dapat menghasilkan nilai ekonomis sehingga berkurangnya limbah medis,” tutup Sahya. (krn/cyn)