Kemiskinan bak lumut di sela-sela bebatuan, ada namun diabaikan, lalu secara perlahan, menghancurkan.
Langit hitam pekat dan suara gemuruh menemani jalannya SEA+ Youth Talk to Outlook. Meski di tengah suasana kelabu nan hujan deras, tak mematahkan semangat tim Madyapadma dalam melaksanakan event ini. Pertemuan anak muda se-Asia Tenggara dan negara lainnya ini berhasil diselenggarakan dengan sukses pada Jumat (23/12) pukul 14.15 WITA melalui online zoom meeting. Topik yang diusung pada event kali ini menyinggung soal kemiskinan, masalah yang banyak terjadi di sekitar. Bagi generasi muda, pertemuan kali ini dimanfaatkan untuk membangkitkan kesadaran serta memberi perhatian lebih terhadap kemiskinan yang telah menjadi masalah serius di negara mereka masing-masing.
Diskusi ini diawali dengan perkenalan diri masing-masing peserta. Setelah sesi pembuka, moderator menanyakan beberapa pertanyaan mengenai kemiskinan di negara mereka kepada seluruh peserta. Setiap peserta pun kompak menjawab setuju bahwa kemiskinan terjadi di negara mereka masing-masing dan telah menjadi isu yang meresahkan. Menurut peserta asal India, Sophia Saran (19), banyak masyarakat yang sadar akan masalah ini, namun tidak cukup diperhatikan. Sophia juga menyebutkan bahwa ledakan populasi serta sumber daya yang terbatas menjadi alasan utama kemiskinan di India. Sementara di Malaysia menurut Nur Faqihah Binti Ridzuan (19), Nurul Najwa Nordin (19) dan Aleya Qistina binti Ismail (19), kemiskinan di negara mereka terjadi sebab korupsi pemerintah, pernikahan dini dan masalah mengenai diskriminasi ras. Berbeda dengan di India dan Malaysia, berdasarkan pendapat Ni Kadek Adelia Tantra (18) dan Ni Luh Nitya Sawitri (17), kemiskinan di Indonesia terjadi sebab Indonesia memiliki wilayah yang luas dengan populasi yang membludak, serta ditambah lagi korupsi yang merajalela.
Sikap pemerintah dalam menanggapi masalah ini pun turut dibahas. Seperti pemerintah di India yang memberi bantuan subsidi bagi masyarakatnya yang membutuhkan. Namun menurut Sophia, subsidi saja tidak cukup untuk mengatasi kemiskinan dalam jangka panjang. Sehingga, selain subsidi, pemerintah seharusnya dapat memberikan workshop gratis bagi masyarakatnya yang pengangguran. Jadi, melalui workshop itulah nantinya mereka mendapat tambahan skill untuk mencari pekerjaan baru.
Di sisi lain sebagai tunas bangsa, generasi mudalah yang seharusnya membuat perubahan. "Kita adalah penerus bangsa yang kedepannya memimpin negara, jadi kita perlu membuat perubahan itu sendiri," ujar Ni Kadek Adelia Tantra Dewi (18), salah satu peserta pertemuan SEA+ Youth Talk asal Indonesia. Ia menambahkan bahwa ada banyak cara yang dapat dilakukan untuk membantu mengatasi kemiskinan di negaranya. "Kita dapat berusaha berdonasi baik dalam bentuk uang, makanan ataupun baju bekas yang layak pakai kepada orang yang membutuhkan. Tapi yang paling penting, sebagai generasi muda, kita perlu menyadari dan memberi perhatian penuh pada isu kemiskinan ini," lanjutnya dengan sangat optimis ketika diwawancara tim Madyapadma. Gadis yang kerap disapa Adel ini berharap agar kemiskinan di negaranya dapat segera teratasi. Di akhir wawancara ia juga menginginkan agar event SEA+ Youth Talk to Outlook menjadi agenda tetap Presslist tiap tahunnya. Menurut siswa SMAN 3 Denpasar ini, event dapat menjadi salah satu wadah bagi anak muda untuk memberi perhatian dan meningkatkan kesadaran terhadap masa depan bangsanya. (pry)