“Ya ini menarik, karena anak-anak SMA ini mampu mengangkat persoalan besar seperti ini”, tutur lelaki berkacamata itu. Ramai tapi hening. Semua orang masih terfokus terhadap tuturan katanya, kala itu.
I Made Iwan Dewantana, membalas lagi pertanyaannya, “Isu yang diangkat cukup serius karena melibatkan banyak orang dan banyak perspektif, sehingga cukup lengkap”, sahutnya. Ya, Iwan menyampaikan pendapatnya tersebut pada acara bedah buku Presslist 7 yang diadakan oleh Madyapadma Journalistic Park. Membedah dua buah buku, bertajuk “Pers dalam Selimut Kapitalisme” dan “Teluk Benoa: Magnet di Kaki Pulau Bali” yang dipersembahkan oleh tim penulis Madyapadma. Acara ini diselenggarakan dengan gaya Talkshow kepada penulis dan pembicara, Rofiqi Hasan dan Iwan sendiri. Mengambil tempat di ruang Workshop SMAN 3 Denpasar, pada Sabtu (23/4), bedah buku dan diskusi dihadiri pula oleh Kepala SMAN 3 Denpasar, beserta jajaran Wakaseknya.
Rofiqi, sebagai pembicara buku “Pers dalam Selimut Kapitalisme”, mengungkapkan bahwa dirinya cukup terkejut akan topik yang diangkat buku tersebut. “Buku yang diangkat topiknya serius sekali, menggambarkan realita kaum pers masa kini”, tukasnya sembari mengambil posisi duduk santai, di hadapan para audiens. Dirinya menuturkan buku ini menjadi kritik untuk kalangan pers, agar wartawan tak mencari advertorial saja.
Tak hanya sampai di situ, sesi selanjutnya yang membedah buku “Teluk Benoa: Magnet di Kaki Pulau Bali”, menghadirkan Iwan sebagai pembicara. “Buku ini harusnya dapat menjangkau khalayak lebih luas. Top banget, dari hal yang terkecil di Teluk Benoa seperti fitoplankton, sampai hal terbesar seperti pulau Serangan terangkum dalam buku ini”, sahutnya kepada audiens. Kemudian dibalas dengan riuh tepuk tangan oleh seisi ruangan itu.
Bedah buku diakhiri dengan sesi diskusi kepada kedua pembicara dan para penulis. Pertanyaan menarik terlontar dari salah satu audiens. “Pak Iwan saya ingin bertanya. Menurut bapak, apa upaya yang dapat kita lakukan untuk terus memperjuangkan penolakan Teluk Benoa? Karena sampai saat ini belum ada respon yang berarti dari pemerintah”, tanyanya. Seluruh audiens membalas decak kagum, tersenyum simpul, dan tepukan tangan. Iwan membalas, “Ya, kita hanya bisa terus optimis dan berjuang. Karena saya percaya kalau optimis pasti bisa”, sembari tersenyum lebar, memamerkan deretan gigi rapi di balik mic yang digenggamnya.
Acara ditutup dengan senandung lagu “Tolak Reklamasi” dari homeband Madyapadma. “Bangun Bali, tolak reklamasi. Sayang Bali, tolak dibohongi. Rusak bumi dan anak negeri”, pekik anggota Madyapadma lainnya mengiringi petikan gitar yang dimainkan. (ima/smy)