Oleh : Ni Ketut Ayu Fitarini
Pernahkah terbayang setiap sampah yang kita buang akan berakhir di mana? Semua sampah yang dibuang krama Bali (masyarakat Bali) dibawa kemana? Jawabannya pasti Suwung. Hampir seperlimabelas bagian dari Bali merupakan pulau sampah. Jalan TPA Suwung, Denpasar Selatan, di sanalah halte terakhir sampah-sampah masyarakat Bali dibuang, khususnya daerah-daerah besar di Bali seperti Denpasar, Badung, Gianyar, dan Tabanan. Entah akan dibawa kemana dan diproses seperti apa sampah-sampah itu, tapi yang kita tahu saat ini Suwung menunjukkan kondisi kritisnya.
Sikap “Nyampah” atau cuek dari masyarakat inilah yang membuat geram, seakan-akan sampah hanyalah angin lalu, sebuah benda yang tidak berguna yang dapat hilang sendirinya. Tidak ada usaha dari masyarakat untuk memilah dan mendaur ulang sampah, sehingga daya tampung sampah di TPA Suwung sudah overload. Bahkan program yang dicanangkan Pemerintah Provinsi Bali untuk mengubah sampah plastik menjadi energi listrik diakui belum berhasil. Upaya tersebut gagal dijalankan pemerintah dan masyarakat Bali, karena alasan biaya terlalu mahal dan kegagalan pemerintah baik kabupaten/kota untuk melakukan pendekatan persuasif kepada masyarakat terkait sampah. Pemerintah seakan-akan sudah pasrah dengan kondisi TPA Suwung sendiri.
Dampak polusi dari Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Suwung sudah dirasakan masyarakat sejak tahun 1985, dari catatan terbaru yang dihimpun radarbali.id (2020, Sehari Hasilkan Ribuan Ton Sampah, Citra Pariwisata Bali Bisa Terancam), setiap harinya Bali menghasilkan 1,5 juta ton sampah. 70% sampah dibuang ke TPA tersebut, sayangnya penduduk pemukiman Banjar Pesanggaran memanfaatkan air tanah di sekitar TPA sebagai sumber air. Selain itu, 11% dari sampah TPA Suwung lolos ke laut dan daerah pesisir pantai Desa Suwung Kauh kawasan hutan mangrove.
Menurut tulisan Anton Muhajir di mongabay.com (2019, Inilah Data dan Sumber Sampah Terbaru di Bali) berdasarkan risetnya disebutkan bahwa tiap hari Bali menghasilkan sampah mencapai 4.281 ton. Dari jumlah tersebut, lebih banyak sampah yang tidak dikelola (52%), daripada yang dikelola (48%). Hal ini tidak hanya berdampak pada lingkungan dan kesehatan masyarakat, tetapi juga mampu mengancam citra pariwisata Bali, wajah Dewata dari Indonesia, di mana wisatawan datang melihat pemandangan pantai dan alam asrinya. Sekarang mari kita berfikir sejenak, bagaimana jika sektor pariwisata sebagai kunci emas Bali mati seutuhnya hanya karena sampah?
Mengutip dari bali.idntimes.com (2019, Fakta-fakta Tentang TPA Suwung, Warga Diteror Bau & Lalat Sejak 1985), Pemerintah Provinsi Bali mengupayakan berbagai cara untuk mengurangi keberadaan sampah menggunung di TPA Suwung, dengan menggunakan 3 alternatif berjangka. Pertama, menggunakan alternatif berjangka pendek, yaitu kelian Banjar Pesanggaran dan Pecalang bersedia membuka kembali akses jalan masuk truk pengangkut sampah menuju TPA Sarbagita Suwung (sempat ditutup selama tiga hari).
Selain itu, juga menghentikan sementara pembuangan sampah dari Pemerintah Kabupaten Tabanan, Pemerintah Kabupaten Badung, dan Pemerintah Kabupaten Gianyar ke TPA Sarbagita Suwung. Khusus untuk kabupaten Badung diizinkan membawa sampah 15 unit truk selama satu bulan. Serta menugaskan Kepala BPKAD Provinsi Bali untuk menyiapkan lahan aset Pemprov Bali yang berada di Kabupaten Badung wilayah selatan dan utara sebagai tempat pengolahan akhir (TPA) sampah, dan bantuan dari Gubernur Bali yaitu 1 unit truk konverter baru kepada Pemerintah Kota Denpasar untuk pengangkutan serta pemadatan sampah.
Kedua, menggunakan alternatif jangka menengah dengan membangun TPA baru yang luasan areal dan teknologinya memadai untuk Pemkot Denpasar, Pemerintah Kabupaten Badung, Pemerintah Kabupaten Gianyar, dan Pemerintah Kabupaten Tabanan. Serta meningkatkan kapasitas pengangkutan dan pengolahan sampah melalui penambahan armada angkutan sampah, alat-alat berat pengolahan sampah, dan alat-alat pemadaman kebakaran sampah.
Yang terakhir, alternatif berjangka panjang dengan upaya melanjutkan pembangunan Pengolahan Sampah Energi Listrik (PSEL) di TPA Sarbagita Suwung yang prosesnya dimulai tahun 2019 dan mempercepat penyelesaian regulasi yang mengatur pengolahan sampah berbasis rumah tangga dan desa. Sehingga mengurangi secara signifikan pembuangan sampah ke TPA.
Walaupun Gubernur Bali, I Wayan Koster sudah memberi lampu hijau untuk Pemerintah Badung menggunakan lahan aset Bali sebagai TPA, tapi masih banyak masyarakat sekitar Badung Utara khususnya warga di Sobangan menolak hal tersebut (tribunnews.com, 2019). Dari paparan Koster sendiri, ia mengatakan bahwa urusan sampah merupakan kewenangan kabupaten/kota, dan menegaskan tetap menjalankan rencana pembangunan TPA di lahan Badung Utara dan Badung Selatan.