Penyebaran Covid-19 kian meningkat. Petugas medis dan masyatakat sibuk melakukan segala upaya guna memutus mata rantai Covid-19. Namun, sadarkah mereka produksi sampah rumah tangga dan sampah medis juga kian meningkat?
Penyebaran rantai Covid-19 telah mengakibatkan perubahan tatanan dalam kehidupan masyarakat di seluruh penjuru dunia. Segala sesuatu sekarang dilakukan dari dalam rumah, bahkan untuk berinteraksi pun harus menjaga jarak karena sudah ditetapkanya social distancing oleh pemerintah. Semenjak itu, kebutuhan masyarakat kian meningkat. Meningkatnya kebutuhan masyarakat otomatis menyebabkan lonjakan jumlah sampah rumah tangga seperti sampah plastik. Sebagai contoh, meningatnya jumlah masyarakat yang melakukan pembelian barang secara online yang semakin menambah sampah dua kali lipat dari biasanya.
Bukan hanya dari sektor rumah tangga, kini dari rumah sakit pun turut manjadi penyumbang sampah, terutama sampah medis. Sampah medis seperti masker, hand sanitizer, dan sabun cuci tangan dalam kemasan kecil maupun besar otomatis menjadi sumber utama limbah plastik kian melonjak dengan pesat. Menurut Made Puri Handayani, S.Si, M.Pd (43) kedua sampah tersebut membahayakan, namun sampah yang paling mengkhawatirkan yaitu sampah medis. "Sampah medis cukup membahayakan karena banyak yang terbuat dari polimer-polimer plastik yang tidak bisa diolah oleh mikroorganisme. Namun, susah juga kalau tidak pakai plastik untuk membungkus makanan tetapi semakin lama semakin salah juga Hingga sampah rumah tangga dipakai pupuk kompos, sehingga bisa didaur ulang dipakai pupuk, hanya yang plastik saja dibuang," ujar salah satu guru pengajar Kimia di SMA Negeri 3 Denpasar, yang dihubungi via daring oleh tim Madyapadma pada Senin (16/11).
Dengan kondisi ini, Indonesia tercatat sebagai negara penyumbang sampah plastik di laut terbesar kedua di dunia. Besarnya jumlah sampah tersebut bersumber dari rumah tangga sebesar 48%, pasar tradisional 24%, kawasan komersial 9%, dan sisanya dari fasilitas publik. Telah lebih dari satu tahun setelah disahkannya Peraturan Gubernur (Pergub) Bali No.97 Tahun 2018 tentang pembatasan timbulan sampah plastik sekali pakai di Bali malah menunjukkan kemunduran.
Data-data volume sampah juga menunjukkan peningkatan timbulan sampah Plastik Sekali Pakai (PSP) di Bali pada semester kedua pasca pemberlakukan Pergub ini. Hal ini terangkum dalam Lokakarya Kinerja Pelaksanaan Peraturan Gubernur Bali No.97 Tahun 2018 tentang pembatasan timbulan sampah plastik sekali pakai. Ni Kadek Indira Maheswari (16) mengatakan keadaan atau kondisi Bali terhadap kasus kedua jenis sampah ini sangat kritis. “Bali juga merupakan salah satu penyumbang sampah di Indonesia, tetapi semenjak adanya peraturan dari Gubernur Provinsi Bali yaitu mengurangi penggunaan sampah plastik, kondisi Bali pun telah membaik," ujar Indira selaku siswa SMA Negeri 3 Denpasar.
Badai pandemi memang belum berakhir. Ancaman kesehatan dan krisis ekonomi mungkin dapat dipulihkan dengan penemuan vaksin dan program pemulihan ekonomi nasional. Terlepas dari bentuk kepedulian dan perhatian masyarakat terhadap pandemi Covid-19, kebersihan lingkungan juga patut tetap dijaga dan diperhatikan. "Harapan saya ke depan harus ada gebrakan dari pemerintah untuk mengurangi penggunaan plastik artinya berikan solusi apa yang harus digunakan untuk membungkus makanan atau minuman," tutup Puri Handayani. (ek/dp)