“Terimakasih. Senang sekali dapat bagian dari anak-anak. Saya berdoa semoga anak-anak sukses,” ucap Ketut Sigak tatkala menerima tas putih bertuliskan MP Berbagi. Garis matanya melengkung ke atas menyambut tim Madyapadma yang menyambangi kediamannya.
Jarum jam menunjukkan pukul 2 siang tatkala delapan remaja tersebut berjalan kaki menyusuri Jl. SMA 3 juga Jl. Nusa Indah. Tangannya menjinjing tas putih berisikan sembako. Manik matanya melirik ke kanan dan ke kiri barangkali terdapat orang yang perlu bantuan. Tak lupa, menengok gang-gang kecil seputaran Jl. SMA 3. “Ternyata masih ada tempat yang tergolong kumuh di Kota Denpasar. Seperti lagi di kampung,” ucap spontan Ni Made Yani Savitri Devi (17) yang turut membagikan sembako kepada masyarakat sekitar.
Teriknya sang mentari tak membuat kedelapan remaja tersebut mengeluh, kakinya terus melangkah memberi bantuan sembako di tengah hantaman badai pandemi. “Lumayan capek tapi senang bisa ikut berbagi. Apalagi aku baru tahu ada tempat seperti itu di dekat sekolah,” ungkap Yani. Kamis (30/7) tim Madyapadma Berbagi setidaknya dapat meneruskan 27 bantuan dari para donatur. Total donasi yang disalurkan pada tahap pertama yakni sebanyak 2.254.500. Kemudian tahap kedua akan berlangsung pada senin (3/8) mendatang. Tim Madyapadma menyalurkan donasi yang telah terkumpul kepada keluarga kurang mampu di seputaran Jl. SMA 3, pedagang-pedagang kecil di Jl. Nusa Indah serta ojek online yang kebetulan melintasi Jl. SMA 3.
Ungkapan terimakasih terus terlontar dari para penerima bantuan. Tatkala diberi bantuan sembako, senyum manisnya mengembang. Tak lupa raut penuh syukur langsung terpancar dari wajah para penerima bantuan. Begitu pula dengan reaksi Nengah Wijana (40), seorang pedagang burger di Jl. Nusa Indah. Ketika menerima bantuan sembako, kata terimakasih langsung dilontarkannya diselipi guyonan yang berhasil mengocok perut tim Madyapadma Berbagi. “Jumlah konsumen menurun. Sebelum pandemi, pendapatan sehari bisa mencapai 500.000 hingga 600.000. Kalau pendapatan sekarang paling berkisar 60.000 sampai 100.000 per hari,” kata Wijana.
Keadaan ekonomi memaksa Wijana untuk tetap berjualan di tengah pandemi. “Kalau nggak dijalanin jadinya kita (Wijana dan keluarga –red) nggak bisa makan. Kalau diam di rumah aja juga bosan,” aku Wijana. Tak hanya Wijana, Ketut Sigak (58) pun harus berjuang lebih kuat untuk bertahan di tengah terjangan virus Sars-CoV-2. Jika biasanya wanita paruh baya tersebut berjualan di SMAN 3 Denpasar, kini dirinya harus berkeliling menjajakan barang dagangannya. “Ya mek jadinya jualan di sekitaran rumah saja. Tapi mek nggak pernah lupa sama sekolah,” ucap Sigak.