Mudah marah, buta akan petunjuk-petunjuk agama, bahkan disebut juga buta hati. Begitulah dikenalnya salah satu tokoh wayang golek sunda itu. Dan Indonesia, menggelar gelagat-gelagatnya. Tidak hanya dalam pentas wayang, tapi juga dalam kehidupan nyata.
Aksi demo menuntut pengusutan kasus penistaan agama yang diduga dilakukan oleh Gubernur DKI Jakarta (Nonaktif) Basuki Tjahja Purnama (Ahok), berakhir ricuh. Dilansir dari newsdetik.com, total ada 350 korban luka dan kelelahan dalam insiden tersebut. Selain itu, 3 mobil dibakar dan 18 unit mobil dinas TNI-Polri yang diparkir di Monas, dirusak massa, serta 8 aparat luka berat. Menurut laporan Kabid Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Awi Setiyono, awalnya demo berlangsung damai, namun setelah pukul 18.00 WIB terjadi kericuhan. Demo yang digelar oleh sebagian besar ormas islam di Indonesia itu pun menyisakan pendapat negatif bagi beberapa siswa. “Peci jadi laku, tapi kan gak tepat aja kalo peci dipake buat demo bukannya untuk ibadah. Bisa aja Cuma buat titel islam tapi sebenarnya gak beriman,” tandas Wulan Adriyani. Senada dnegan Wulan, Guntur Saputra juga membuka pendapatnya. “Islam gak terima sama pernyataan Ahok. Tapi ujungnya kok ricuh”.
Meski Indonesia memberikan hak untuk bebas berpendapat di depan umum, kericuhan ini melanggar ketentuan demonstrasi yang sudah tercantum dalam pasal 16 UU No. 9 Tahun 1998 pasal 16 tentang tata cara demonstrasi, dimana pelaku atau peserta pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum yang melakukan perbuatan melanggar hukum, dapat dikenakan sanksi hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini dikenakan jika misalkan terjadi perbuatan melanggar hukum seperti pengeroyokan, perusakan barang, dan bahkan kematian. “Sebenarnya demonstrasi kemarin itu tidak penting, karena mereka hanyalah membuang buang waktu. tujuan utamanya agar kasus ahok ini diselesaikan di pengadilan, padahal itu semua sudah diurus oleh pemerintah, jadi untuk apa ada demo?” ujar Ni Luh Kade Ayu Darmapatni, salah satu siswa SMAN 3 Denpasar.
Berlawanan seperti yang dilakukan sebagian massa islam untuk menolak Ahok, salah satu siswa SMAN 3 Denpasar, Syarafina Larasati memberikan pendapat yang berbeda, “Aku Islam tapi aku mendukung banget si Ahok,” syarafina kemudian menuturkan alasan dukungannya sebab Ahok baginya tidak melakukan penistaan agama. “Dugaan ini karena awalnya ada yang salah transkrip ucapannya dia, yang sebenernya isi kata pakai, terus dihilangkan,” jadi “Konotasinya beda,” tutur Syarafina menjelaskan. Namun, Syrafina sedikit mengelumatkan pesan kekecewaannya terhadap aksi demo 4 November lalu. “Saya merasa kecewa sebagai penganut umat muslim karena tindakan FPI yang terlalu berlebihan menganggapi hal yang diutarakan ahok” ujarnya.
‘Denawa Acung’ memorak-moranda Jakarta. Namun tetap, Denawa Acung tetaplah hanya salah satu wayang yang dikendalikan oleh seorang dalang. Aksi demo 4 November lalu menjadi sebuah refleksi bahwa sensitifnya isu perbedaan agama di bawah naungan Bhineka Tunggal Ika. Seolah semua menjadi tokoh pewayangan yang dimainkan seorang dalang yang bernama amarah. (gsw)