Panggung indah dihiasi prada berdiri megah di atas rumput hijau Trisma. Berhadapan langsung dengan ratusan pasang manik mata yang menatap penuh perhatian. Sembari memotong tumpeng, lantunan lagu selamat ulang tahun dipadukan dengan meriahnya tepuk tangan bergema seantero bumi Trisma.
Selama 42 tahun sudah SMAN 3 Denpasar telah berdiri kokoh dibaluti ukiran penuh prestasi. Kamis, (17/01), merupakan hari bahagia bagi seluruh warga Trisma. Setelah melalui serangkaian acara demi menyemarakan HUT Trisma yang ke-42 ini, kini sampai sudah berakhir di puncak acara. Telah lewati liga panas GAESMA, acara jalan santai sehat yang utamakan kebersamaan, juga sederetan lomba-lomba berbalut sains dan budaya. Segala usaha dan kemampuan terbaik dikerahkan oleh warga Trisma, guna skenario yang diharapkan dapat berjalan dengan lancar.
Dengan menyungsung tema “Harmoni dalam balutan budaya dan sains”, lomba-lomba yang digelar pun seputaran tema tersebut. Diantaranya, lomba makendang tunggal, lomba mawirama, lomba nyurat aksara, dan juga TSO (Trisma Science Olympiad). Terpilihnya tema ini pun tentu ada alasan penting di baliknya hal ini diakui oleh Ketua Panitia HUT Ke-42 Trisma. “Ciri khas Trisma memang sudah terkenal dengan seni, sehubungan dengan prestasi-prestasi di bidang akademis yang kita miliki, jadi kita gabungkan agar keduanya seimbang,” tutur I Putu Abiananda Klapodhyana. Persiapan segala rangkaian HUT Trisma ini telah dimulai sejak satu bulan yang lalu. Namun untuk latihan gelar budaya pada puncak acara, hanya menghabiskan waktu selama dua minggu. Tentunya tidak ada hal yang berjalan mulus, dibalik itu semua terdapat siswa-siswa yang tak kenal lelah berusaha agar semua susunan acara dapat berjalan sesuai skenario. Walau terkadang, kurang tenaga, waktu, dan biaya kerap jadi kendala terbesar, ketiga hal tersebut tak menjadi alasan untuk kacaukan acara HUT Trisma ke-42.
“Acara HUT ini cukup berjalan lancar, walau awal acara saja ada kendala pada baliho,” ungkap Ida Bagus Nakha Arjun Janitra Krisna dengan tegas, selaku ketua panitia HUT Trisma. Melihat baliho tersebut tumbang, para panitia dengan sigapnya datang ke lokasi lantas berusaha membenahi baliho tersebut. Tepat setelah baliho tersebut berdiri, Trisma kedatangan salah satu tamu spesial yakni Ni Putu Putri Suastini yang merupakan istri dari gubernur Bali saat ini. Dengan sigapnya guru-guru dan duta trisma 2019 menyambut kedatangan Putri Suastini. Diiringi tepuk tangan dan sorak-sorai seluruh warga Trisma, wanita berkebaya hitam itu berlenggang dengan anggunnya. Senyum manisnya tak pernah pudar dari bingkai wajahnya. Tak hanya menjadi tamu spesial saja, Istri dari Dr. Ir. I Wayan Koster, M. M ini juga turut menyumbangkan talentanya. Dikenal dengan rasa cintanya terhadap sastra, membacakan puisi berjudul “Sumpah Kumbakarna” dipilihnya untuk dipersembahkan kepada bumi Trisma.
Udara Trisma seolah dihisap habis oleh suara tegas menggelegarnya. Seakan seluruh penghuni Trisma dibuat bungkam seketika. Bahkan dedaunan pohon-pohon diam tak berkutik, sebab sang bayu telah hilang entah kemana. Lantas tatkala deru napas berat akhiri puisinya, berbagai teriakan kagum langsung datang dari segala penjuru Trisma, pekakan telinga. Trisma pun kembali panas dibakar semangat. Di samping itu, gelar budaya paduan tiga angkatan menjadi pusat perhatian dari HUT Trisma. Dari tahun ke tahun, Trisma selalu berusaha memberikan konsep gelar budaya yang baru dan tidak selalu monoton. Sama halnya seperti tahun ini, bertajuk “Widya Prasanti” gelar budaya lagi-lagi berhasil mengambil alih perhatian penonton. Sekitar seratus lebih siswa-siswi Trisma berpartisipasi menunjukkan talentanya dalam gelar budaya ini. Berkisah mengenai bagaimana perubahan bali dari zaman ke zaman dibumbui dengan pesan tersirat di dalamnya jadikan gelar budaya 2019 makin berwarna. Berikan goresan di hati para penonton, yang cukup buat termenung. Tentang seni budaya yang makin abu-abu dilupakan para remaja. (kar/dyt)