Carut marut PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru) tahun ajaran 2017-2018 penuh dengan gonjang-ganjing karena munculnya kebijakan baru dalam sistem seleksi penerimaan peserta didik baru yaitu sistem zonasi, pemerataan pendidikan tujuan utamanya?
Tahun ajaran 2017-2018 dimulai dengan kontroversi akan sengkarutnya PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru ). Munculnya kebijakan-kebijakan baru yang kurang disosialisasikan, membuat PPDB tahun ini kacau. PPDB di sejumlah wilayah pun diwarnai kisruh. Sebagian besar dipicu karena munculnya sistem zonasi dalam sistem penerimaan peserta didik baru tahun ini. Sistem zonasi ini merupakan upaya pemerataan pendidikan. Sehingga sekolah hanya menerima siswa yang berdomisili sesuai zona wilayah sekolahnya, dilihat berdasarkan alamat kartu keluarganya. Dengan harapan tidak ada lagi sekolah yang dianggap favorit alias sama rata.
Semua gonjang-ganjing yang terjadi dalam PPDB ini karena kurangnya sosialisasi yang pemerintah lakukan kepada masyarakat. Kebijakan sistem zonasi ini merupakan sebuah sistem penerimaan peserta didik baru yang masih sangat hangat di tahun ini. Masih banyak masyarakat yang belum mengetahui atau kurang memahami akan sistem yang satu ini. Kurangnya pemahaman tersebutlah yang membuat sistem zonasi ini masih belum bisa diterima dengan baik oleh masyarakat.
Pemerintah hanya melihat keuntungan dari segi pendidikan yang katanya akan “merata”, tidak melihat dari segi yang lainnya. Bagaimana jika dalam suatu zona atau wilayah tempat tinggal siswa tersebut hanya terdapat satu sekolah negeri? Dan bagaimana jika dalam satu zona atau wilayah terdapat banyak sekolah negeri? Jika dalam satu zona atau wilayah hanya terdapat satu sekolah negeri alhasil karena adanya sistem ini mereka para siswa baru yang tinggal di daerah zona tersebut hanya bisa memilih satu sekolah negeri itu saja, tidak akan bisa untuk memilih sekolah negeri yang lain. Akibatnya sekolah negeri tersebut akan banyak yang memilih namun kapasitas sekolah dalam manampung siswa hanya terbatas, sehingga dalam zona tersebut banyak siswa yang tidak mendapatkan sekolah. Mau diapakan mereka? Ini sangatlah tidak adil. Berbanding terbalik dengan zona atau wilayah yang di dalam zona tersebut terdapat banyak sekolah negeri. Karena zona tersebut memiliki banyak sekolah negeri memang pelajar yang nilai UN (Ujian Nasional) nya kurang bagus tetap mendapatkan kesempatan untuk diterima di sekolah dalam zonanya. Namun karena banyaknya pilihan sekolah sehingga masih banyak tersisa kursi-kursi yang masih kosong atau kapasitas sekolah dalam menerima siswa masih kurang atau tidak seperti kapasistas normalnya. Alhasil hal ini dapat memicu terjadinya praktik jual beli kursi atau sogok-menyogok. Yang sangat tidak kita semua harapkan.
Misi pemerataan pendidikan memang baik. Namun, rasanya sekedar sistem zonasi tidak cukup memberi solusi untuk mengatasi persoalan yang satu ini. Harus ada langkah konkret lainnya, seperti meningkatkan fasilitas sekolah, kemampuan guru, kualitas pendidikan, dan masih banyak lagi. Mensosialisasikan kebijakan baru itu juga sangat diperlukan. Agar antara pemerintah dan masyarakat tidak salah komunikasi atau salah pengertian antara kedua belah pihak. Supaya kebijakan baru tersebut dapat diterima dengan baik oleh masyarakat. Jangan sampai karena sistem pemerintahan yang labil membuat semangat anak bangsa terpatahkan begitu saja, karena merekalah calon-calon penerus bangsa yang akan meneruskan negara ini kedepannya nanti. Kalau bukan kita, siapa lagi? (dha)